Pengembangan ekonomi wakaf berakar dari kepercayaan seorang Muslim kepada Allah yang menciptakan bumi dan langit serta seluruh isinya untuk kepentingan semua manusia.
Oleh: Nur S. Buchori, SE, M.Si
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (al-Qashash [28]: 77).
Hidayatullah.com | SALAH satu instrumen filantropi Islam yang dipandang memiliki kemampuan dalam meningkatkan kohesi sosial secara berkesinambungan (istimrariyah) adalah wakaf. Potensi yang dihimpun dari beberapa lembaga amil zakat nasional mencapai ratusan miliar dan akan terus bertambah setiap tahunnya.
Wakaf tanah, berdasarkan sumber Badan Wakaf Indonesia (BWI), sementara ini mencapai 430 juta hektar. Jika dikapitalisasi sebesar Rp 2000 trilyun.
Jumlah yang amat besar. Jika benar-benar dioptimalkan, maka akan mempercepat pertumbuhan angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
Komponen IPM (pendidikan, kesehatan, dan ekonomi) nyatanya belum dapat dicukupi oleh pemerintah melalui APBN. Oleh karenanya perlu ada instrumen lain, dan salah satunya adalah filantropi Islam dengan pengelolaan wakaf secara produktif.
Ekonomi wakaf berbeda dengan ekonomi konvensional. Pengembangan ekonomi wakaf berakar dari kepercayaan seorang Muslim kepada Allah yang menciptakan bumi dan langit serta seluruh isinya untuk kepentingan semua manusia.
Ekonomi wakaf bernilai transendental. Tidak hanya menjadi sarana pencucian dosa atau tameng dari agenda tersembunyi, dan bukan pula kegiatan insidental. Ia memiliki peran penting dalam pendidikan, kesehatan, dan perekonomian.
Instrumen ekonomi wakaf adalah mekanisme transfer dari kelompok kaya (wakif) ke kelompok nazir yang memiliki kualitas entrepreneurship. Di saat yang sama, instrumen ekonomi wakaf akan berperan sebagai jejaring pengaman sosial yang efektif.
Akan terjadilah multiplayer efect berupa peningkatan-peningkatan. Misalnya dari sisi ekonomi berupa permintaan barang dan jasa yang umumnya adalah kebutuhan dasar.
Ekonomi wakaf akan mempengaruhi komposisi produksi barang dan jasa, sehingga akan membawa alokasi sumber daya menuju ke sektor-sektor yang lebih diinginkan secara sosial. Hal ini akan meningkatkan efisiensi alokatif dalam pendidikan, kesehatan, dan perekonomian.
Distribusi Manfaat
Wakaf merupakan instrumen unik yang mendasarkan fungsinya pada unsur kebajikan (birr), kebaikan (ihsan), dan persaudaraan (ukhuwah). Ciri utama yang membedakan dengan zakat, infaq, dan shadaqah adalah ketika wakaf ditunaikan maka terjadi pergeseran kepemilkan pribadi menuju kepemilikan Allah SWT yang dikelola nazhir dan diharapkan meliliki keabadian harta serta memberikan manfaat secara berkelanjutan.
Melalui produktivitas ekonomi wakaf, diharapkan akan terjadi proses distribusi manfaat bagi masyarakat secara lebih luas. Menggeser private benefit menuju social benefit.
Dari Ibnu Umar, ia berkata: Umar datang kepada Rasulullah ﷺ sambil berkata: “Ya Rasulullah, aku memiliki sebidang tanah di Khaibar, tetapi aku belum mengambil manfaatnya, bagaimana aku harus berbuat?” Rasulullah bersabda: “Jika engkau menginginkannya, tahanlah tanah itu dan shadaqohkan hasilnya. Tanah tersebut tidak boleh dijual atau diperjualbelikan, dihibahkan atau diwariskan.” Maka ia menshadaqahkannya kepada fakir miskin, karib kerabat, budak belian, dan ibnu sabil. Tidak berdosa bagi orang yang mengurus harta tersebut untuk menggunakan sekadar keperluannya tanpa maksud memiliki harta itu.” (Riwayat Muslim).
Menurut Ibnu Hajar, hadits tersebut merupakan landasan syar’i wakaf. Secara aplikatif, Rasulullah ﷺ telah mempelopori pelaksanan wakaf ini, begitu juga para Sahabat. Bahkan menurut Wahbah Zuhaili, “Tak ada seorang Sahabat Rasulpun yang memiliki kemampuan kecuali berwakaf.” (al-Fiqh al-Islami wa Adilatuhu, 1985).
Dari hadits tersebut dapat diambil beberapa prinsip dalam berwakaf. Pertama, wakaf merupakan sedekah sunnah yang berbeda dengan zakat. Kedua, wakaf bersifat tetap karena tidak boleh diperjualbelikan, diwariskan, atau dihibahkan. Ketiga, wakaf harus dikelola secara produktif. Keempat, hasil produktivitas wakaf harus dishadaqahkan untuk tujuan yang baik sebagaimana dikehendaki wakif atau untuk kemaslahatan. Kelima, pengelola wakaf (nazir) dapat memperoleh bagian yang wajar dari hasil wakaf produktif.
Wakaf dan Pembangunan Umat
Wakaf berperan penting dalam pengentasan kemiskinan. Peran wakaf tunai sangat fleksibel dan dapat memenuhi kebutuhan pendidikan, kesehatan, dan ekonomi.
Instrumen wakaf tunai adalah mekanisme transfer dari hasil pengelolaan lembaga wakaf ke kelompok-kelompok yang membutuhkan tiga cakupan tersebut dengan tepat sasaran. Dengan demikian akan terjadi:
Pertama, peningkatan literasi pendidikan. Ini berimplikasi pada kecerdasan kultural.
Kedua, meningkatnya jaminan kesehatan masyarakat dan perbaikan sanitasi lingkungan. Ini berimplikasi pada menurunnya angka kematian.
Ketiga, meningkatnya permintaan barang dan jasa dari kelompok sasaran, yang umumnya adalah kebutuhan dasar.
Potensi wakaf di Indonesia sangat besar, akan tetapi belum mampu mengangkat kelompok marginal keluar dari jurang kemiskinan. Kondisi ini sebagian besar disebabkan oleh perilaku orang-orang kaya yang masih amat karikatif, yaitu berorientasi pada shadaqah jangka pendek, desentralistis, dan interpersonal.
Pemberian shadaqah sering dilakukan dalam bentuk konsumtif, dilakukan secara individual, dan tidak terorganisir dan sistemik. Semangat membangun ekonomi wakaf dapat terwujud jika kita semua menyadari pentingnya berjamaah. Aksi Bela Islam 212 dan Bela Palestina merupakan bukti dahsyatnya kekuatan umat Islam.
Upaya revitalisasi ekonomi wakaf dapat dilakukan melalui perbaikan regulasi, peran lembaga nazir, dan perbaikan perubahan model shadaqah orang-orang berkecukupan. Yakni dari shadaqah sesaat dan jangka pendek secara individual, menjadi kesadaran bershadaqah jangka panjang berupa wakaf melalui lembaga-lembaga nazir yang kompeten dan terbina berdasarkan rekomendasi BWI.*
Komisioner Badan Wakaf Indonesia
Tanya wakaf: 0813-1415-2019. www.baitulwakaf.id