Hidayatullah.com–Kementerian Agama akan memperbaiki sistem yang mengatur sisa kuota haji karena rentan menjadi sumber penyimpangan.
“Pak Busyro mengatakan, Sistem Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat) diperbaiki sehingga calon haji sudah siap dengan pembayaran dan sebagainya kalau sewaktu-waktu harus menggantikan haji lain secara mendadak,” kata Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin dalam konferensi pers di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi Jakarta, Selasa (10/6/2014).
Konferensi pers tersebut dilaksanakan pascapertemuan antara Menag Lukman Hakim Saifuddin yang ditemani dengan Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag Abdul Jamin dengan jajaran pimpinan KPK, yaitu Busyro Muqoddas dan Bambang Widjojanto.
“Selama ini sisa kuota haji terjadi karena provinsi-provinsi yang ada tidak bisa menyerap semua kuota yang mereka miliki karena ada calon haji yang sakit atau meninggal,” tambah Lukman.
Sisa kuota itu kemudian dikembalikan ke masing-masing provinsi untuk selanjutnya diisi oleh calon haji dengan nomor urut di bawah calon haji yang berhalangan.
“Praktiknya selama ini sisa kuota itu dikembalikan ke provinsi yang bersangkutan untuk dimanfaatkan oleh calon haji urutan berikutnya secara urut kacang, tapi faktanya tetap saja tidak bisa seluruhnya terserap karena urutan berikutnya belum tentu siap untuk dalam waktu singkat menggantikan urutan di atasnya sehingga lagi-lagi dikembalikan ke pusat dan oleh pusat menjadi semacam hak prerogatif menteri,” jelas Lukman.
Namun karena memiliki hak prerogatif tersebut, menteri malah menggunakannya untuk memenuhi permintaan ibadah haji dari sejumlah kalangan.
“(Hak prerogatif) itu kemudian digunakan untuk memenuhi permintaan dari berbagai kalangan, seperti sejumlah lembaga negara, instansi pemerintah, ormas, tokoh-tokoh, termasuk pers. Ini yang kemudian oleh KPK dinilai berpotensi menimbulkan korupsi sehingga ke depan harus dicari jalan keluar yang lebih baik,” tambah Lukman.
Lukman bertekad sedapat mungkin sisa kuota dikembalikan lagi ke daerah, dan bila ternyata tidak bisa terserap, tidak perlu digunakan.
“Meski ini juga menimbulkan pertanyaan yang harus ada jawabannya. Apakah hal ini tak menyebabkan inefisiensi karena bagaiman pun pemondokan yang ada di Mekkah maupun Madinah, sejumlah catering yang disiapkan itu, sudah dibayar untuk mereka? Ini yang juga harus dipikirkan,” kata Lukman, diberitakan Investor Daily.
Artinya, ia pun masih mencari solusi agar inefiensi tidak terjadi, tapi di saat yang sama tidak perlu lagi ada praktik-praktik koruptif.*