Hidayatullah.com– Wakil Ketua Komisi 8 Fraksi Gerindra DPR RI DR. Ir. H. Sodik Mudjahid, M.Sc mengatakan bahwa selama ini yang dijadikan kambing hitam sebagai penyebab keterlambatan visa adalah elektronik haji (e-Hajj).
“Padahal kita tahu e-Hajj itu adalah sistem elektronik, dan dimana-mana sistem elektronik itu untuk memberikan kemudahan,” jelas Sodik saat ditemui hidayatullah.com di Gedung Nusantara II DPR RI, Jakarta, Rabu (26/08/2015).
Anggota Pengkajian MPR RI Periode 2014-2019 ini menyayangkan kenapa ‘paradoks’ yang harusnya memberikan kemudahan, justru diputar balikkan sebagai kambing hitam penyebab keterlambatan visa bagi calon jama’ah haji (Calhaj).
“Itu terjadi karena saya melihat kesiapan Sumber Daya Manusia (SDM) Kemenag kurang, familiarisasi terhadap alatnya, serta input datanya,” tegas Sodik.
Lebih lanjut, anggota DPR yang pernah mengurusi pelaksanaan haji selama 20 tahun ini menyebutkan bahwa Kemenag tampaknya hanya bekerja standar saja. Padahal, lanjutnya, harusnya Kemenag bekerjanya ekstra oxdinary serta harus membuat rancangan yang antisipasif dan pro-aktif untuk menghadapi keadaan seperti itu.
“Jadi saya ingin katakan bahwa jika kita punya plan 5 misalnya maka harus ada plan 8, artinya harus pro-aktif,” cetus Sodik.
Sodik menuturkan solusi terbaik untuk menangani masalah tersebut, yaitu pertama Menag harus lebih intens lagi melakukan koordinasi dengan Kedutaan Besar (Kedubes) Saudi bahkan jika perlu presiden ikut turun tangan berbicara dengan Kedubes.
“Kedua, tenaga yang di lapangan juga harus bekerja lebih keras lagi untuk mendesak agar proses pengeluaran visa itu bisa lebih cepat selesai. Bukan lagi hanya soal teknis, atau soal bekerja 24 jam, tetapi lobi-lobi itu harus lebih didekatkan,” imbuh Sodik.
Sodik menyampaikan bahwa ada yang menarik dari negara-negara lain seperti Malasyia, Turki, Iran bahkan India, di mana e-Hajj yang dijadikan kambing hitam sebagai biang kerok keterlambatan visa di Indonesia, justru di negara-negara tersebut e-Hajj tidak menjadi sebagai sebuah masalah.
“Jadi, sebetulnya itu tergantung dari kesiapan di negara masing-masing,” pungkas Sodik.*