Hidayatullah.com- Undang-Undang (UU) Haji mengatakan bahwa negara harus menjamin tiga aspek kepada setiap jamaah haji Indonesia yakni bimbingan ibadah, pelayanan prima dan perlindungan keamanan.
Selama puluhan tahun Kementeriann Agama (Kemenag) hanya barkutat kepada satu sisi yang tidak pernah selesai yakni sisi pelayanan angkutan udara, pondokan, katering, angkutan darat di tanah air maupun di tanah suci.
Demikian disampaikan Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Sodik Mudjahid dalam rilisnnya yang diterima hidayatullah.com, Rabu (30/09/2015).
Menurut Sodik aspek dalam mencapai standar pelayanan prima sampai saat ini belum optimal. Sehingga, menyebabkan dua aspek lainnya yaitu bimbingan ibadah dan perlindungan keamanan terabaikan
“Musibah Mina yang beberapa kali terjadi harus dijadikan momentum reformasi manajemen penyelenggaraan ibadah haji agar ketiga aspek jaminan negara untuk setiap jamaah bisa diberikan dengan maksimum,” kata Sodik.
Lebih lanjut, Sodik mengatakan reformasi manajemen haji bisa dimulai dengan segera diperankannya BPKH (Badan Pengelola Keuangan Haji). DPR mendesak pemerintah –sesuai dengan amanat UU– paling lambat bulan oktober tahun 2015 ini BPKH segera aktif dan tahun depan semua aspek keuangan dan pelayanan kepada jamaah dilakukan BPKH
“Sehingga jamaah haji dapat memperoleh pelayanan prima dalam hal angkutan, pondokan, catering, tenda dan sebagainya,” imbuh Sodik.
Masih menurut Sodik, dengan aktifnya BPKH untuk fokus memberikan pelayanan prima bagi jamaah maka, Kemenag harus fokus kepada dua aspek yang tidak kalah pentingnya yakni aspek bimbingan ibadah dan pemberian perlindungan dan keamamanan yang terbukti menjadi aspek vital.
“Sebab dalam perjalanan haji banyak terjadi korban baik berupa musibah kecil atau musibah besar seperti kasus Mina dan sebagainya,” cetus Sodik.
Sodik mengatakan pembenahan aspek bimbingan ibadah dimulai dengan penetapan standarisasi manasik yang sesuai syariah tetapi paling tepat dengan situasi dan kondisi lapangan. Hal ini harus ditetapkan Kemenag lalu disepakati semua pelaksana haji mulai petugas Kemenag, Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) dan Penyelenggara Ibadah Haji (PIH).
“Tidak usah semua item acara haji mengejar status sempurna tetapi cukup sampai kepada status sah. Sebab, semangat ingin semua item ibadah mencapai posisi sempurna sering membuat jamaah melanggar disiplin waktu seperti jadwal pelaksanaan jumroh,” kata Sodik.
Sodik menjelaskan oembenahan aspek perlindungan keamanan dimulai dengan pendidikan dan pelatihan kepada jamaah terhadap berbagai situasi yang akan dihadapi jamaah selama haji seperti diklat keamanan di tempat pondokan, di toilet umum wanita, di jalan raya, di terowongan dan lintasan Mina, selama mabit di Muzdalifah termasuk keamanan ketika sedang tawaf dan sa’i serta upaya penyelematan diri dalam situasi dan kondisi darurat.
Menurut Sodik selama ini aspek perlindungan keamanan itu hampir tidak pernah diajarkan dan dilatihkan kepada jamaah dan hanya dijejali sisi ibadah dan doa yang karena terlalu banyak materi yang dibuat membuat jamaah jadi bosan dan pusing.
“Dengan diklat perlindungan dan keaamanan selain bermanfaat selama dalam menjalani rangkaian ibadah haji di tanah suci juga pelaksanaan manasik akan jadi lebih menarik,” kata Sodik.
Sodik menuturkan untuk mendukung penyelengaraan haji modern itu maka DPR akan melakukan langkah-langkah seperti, mendesak eksekusi BPKH secepatnya untuk memberikan pelayanan prima, menyelesaikan RUU PHU sebagai penyempurna penyelenggaraan haji modern, melakukan pengawasan dan kemungkinan penambahan APBN untuk penguatan aspek perlindungan dan keamanan jamaah.*