Hidayatullah.com– Lahirnya Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, sebagai pengganti UU Nomor 13 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Haji Umrah, dinilai berdasarkan faktor kebutuhan.
“Bukan karena rekayasa politik untuk kepentingan tertentu,” ucap Ketua Komisi VIII DPR RI, Ali Taher, di Kompleks DPR RI, Senayan, Jakarta, belum lama ini.
Ia mengungkapkan, nantinya UU tersebut bersifat payung hukum atas peraturan lain terkait haji.
RUU Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umroh Perbaiki Kualitas Penyelenggaraan Haji
Taher menegaskan, dasar hukum pembuatan UU tidak boleh keluar dari UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang tata cara peraturan perundang-undangan.
Ia berharap, dengan UU baru nanti jamaah haji akan merasa terlayani dengan baik dan hak-haknya tertunaikan dalam UU tersebut.
Saat ini RUU tersebut masih dalam proses pembahasan. Disebutkan, dalam draft RUU itu terdapat sekitar 1.200 daftar isian masalah. Poin besar bahasannya di antaranya mengenai, kelembagaan, standar pembimbing, proses pendaftaran, KBIH, dan haji khusus.
Senin (13/02/2017) lalu, Komisi VIII DPR RI membahas RUU itu dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan tiga gubernur dari Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Sulawesi Selatan, di Senayan, Jakarta.*