Hidayatullah.com– Indonesia menjadi negara dengan jumlah jamaah umrah terbanyak kedua di dunia. Indonesia hanya kalah jumlah dengan jamaah Pakistan. Sementara India menempati urutan ketiga.
Hal ini disampaikan Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Nizar Ali saat memberikan laporan pada Penandatangan Nota Kesepahaman tentang Pencegahan, Pengawasan, dan Penanganan Permasalahan Penyelenggaraan Ibadah Umrah di Jakarta.
“Jamaah umrah Indonesia menempati posisi kedua dalam kuantitasnya. Sejak September 2018 hingga 31 Januari 2019, jamaah umrah kita mencapai 508.180 jamaah. Nomor, satu adalah Pakistan dengan 776.326 jamaah. Ketiga, India dengan 343.396 jamaah,” terang Nizar Ali di Jakarta, Jumat (08/02/2019) lansir Kemenag.
“Karena jamaah haji kita sangat besar, maka kompleksitas pelaksanaan umrah juga perlu dicermati,” lanjutnya.
Menurut Nizar, ibadah umrah saat ini tidak lagi didominasi oleh kalangan masyarakat perkotaan atau segmen orang kaya semata. Minat beribadah umrah hampir dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat.
“Perubahan segmen dan karakter jamaah ini mengharuskan pemerintah mengambil langkah reformasi agar negara tetap hadir,” tuturnya.
Sejalan itu, lanjut Nizar, pihaknya telah melakukan sejumlah langkah peningkatan layanan.
Pertama, penguatan regulasi dengan terbitnya PMA 8 tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah.
Kedua, penguatan kelembagan dengan pembentukan unit eselon II yang secara khusus menangani umrah. Ini sudah dilakukan sejak 2017.
Ketiga, lanjut Nizar, pelayanan perizinan secara online yang terintegrasi dengan PTSP Kemenag.
“Kami juga melakukan sertifikasi Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) sebagai biro perjalanan wisata. Proses sertifikasi ini akan rampung Maret tahun ini,” ujarnya.
Langkah berikutnya, membuat nota kesepahaman dengan Komite Akreditasi Nasional untuk melakukan proses akreditasi terhadap PPIU. “Program ini akan dimulai tahun ini,” jelasnya.
“Kemenag juga sudah melakukan integrasi pengawasan umrah secara elektronik melalui SIPATUH yang dirilis 2018,” lanjutnya.
Nizar menegaskan, upaya perbaikan ini akan terus dilakukan. Bahkan, saat ini tengah dilakukan penguatan kelembagaan di tingkat kanwil dengan menambah seksi pembinaan dan pengawasan haji dan umrah. Juga penambahan staf teknis pada Kantor Urusan Haji di Jeddah.
Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah juga tengah melakukan penguatan regulasi dan upaya pengintegrasian sistem dengan berbagai stakeholder terkait, termasuk e-umrah di Arab Saudi.
“Ini semua dilakukan untuk memastikan reformasi umrah akan menghasilkan sistem penyelengaraan umrah yang zero persoalan dan memberi manfaat untuk bangsa,” tandasnya.
Ditambahkan Nizar, penandatanganan nota kesepahaman hari ini akan semakin memperkuat upaya negara dalam memperbaiki penyelenggaraan ibadah umrah. Hal ini penting karena penyelengagraan umrah juga merupakan tugas nasional, sebagaimana haji, sehingga memerlukan partisipasi dan sinergi dengan berbagai pihak.
“Kami berinisiatif merangkul K/L terkait untuk bentuk wadah koordinasi untuk memastikan tugas nasional ini terlaksana dengan baik,” tandasnya.
Penandatanganan Nota Kesepahaman ini dihadiri 9 Kementerian dan Lembaga Negara. Pembahasan materi Nota Kesepahaman ini sendiri telah dilakukan sejak Oktober 2018.
Sementara Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan, penandatanganan nota kesepahaman yang dilakukan adalah upaya untuk memberikan kepastian perlindungan serta peningkatan kualitas penyelenggaraan umrah.
“Karena memang umrah ini begitu kompleks, kami merasa tidak bisa sendiri memberikan perlindungan jamaah umrah,” kata Menag.*