Hidayatullah.com–Sebuah LSM yahudi yang bekerja sama dengan pemerintahan Israel secara terang-terangan bermaksud untuk membantu pemerintah memenuhi targetnya dalam mengembangkan populasi penduduk yahudi dikota Jalil, Nakb dan beberapa wilayah Israel lainnya yang sampai sekarang masih ditempati oleh mayoritas Arab Palestina. Secara detail LSM itu menjelaskan bahwa kemungkinan besar pihaknya akan mendatangkan 200 ribu orang yahudi ke kota Jalil untuk menandingi warga Arab Palestina di kota tersebut yang sampai sekarang masih menjadi penduduk mayoritas walaupun wilayah tersebut merupakan wilayah Israel yang mereka rebut pada tahun 1948. Mereka juga akan meningkatkan populasi penduduk yahudi sampai 150 orang yahudi di kota Nakb juga untuk mengalahkan mayirotas Arab Palestina yang menempati wilayah tersebut. Untuk itu pemerintah Israel sudah menyiapkan sekitar 14 komplek perumahan di kota Nakb untuk menerima kedatangan warga yahudi yang siap tinggal di kota tersebut. Pihak pemerintah juga menjamin keamanan bagi warganya yang bermaksud bermukim di kota tersebut. Karena kesulitan selama ini yang membuat warga yahudi enggan tinggal di beberapa wilayah mayoritas penduduk Palestina, karena mereka tidak merasa “aman” berdampingan dengan warga Palestina. Sementara itu beberapa pihak warga Palestina yang bermukim di wilayah Israel mengatakan bahwa tujuan mendatangkan warga yahudi ke kota itu untuk mementahkan keputusan mereka sebelumnya. Di mana pihak Mahkamah Agung Israel sudah memutuskan untuk membagi kapling wilayah tersebut antara yahudi dan Palestina. Tetapi hal tersebut memang cukup logis dilakukan oleh pemerintah yahudi yang sampai sekarang masih mendapat kesulitan dalam mendatangkan yahudi ke negaranya karena alas an keamanan yang tidak kondusif. Sehingga banyak orang yahudi bahkan sudah tahunan tinggal di Israel akhirnya memutuskan kembali ke negara asalnya karena tidak kerasan hidup di bawah kekerasan yang terus menerus. Diambang Keambrukan Bidang SDM dalam militer Israel mengumumkan bahwa setelah lima tahun berjalan, 50 persen dari penduduk Israel tidak ikut dalam mobilisasi militer. Sambil mengisyaratkan bahwa angka ini meliputi semua level masyarat Yahudi, baik sekuler, Arab maupun kelompok agamis tulen. Dari sejumlah data disimpulkan bahwa 70% dari penduduk Israel, dalam sehari, tidak menjalankan pelayanan preventif, dan ada sekitar 45% tidak menunaikan pelayanan structural. Seorang panglima tinggi di militer Israel mengingatkan bahwa “Israel memasuki masa-masa keambrukan dini dan rumahnya sudah mulai terbakar.” Dan menurut panglima ini, fenomena itu sudah menyebar ke semua lapisan masyarakat Yahudi. Baik penduduk Arab ataupun Yahudi agamis tulen yang tidak ikut dalam mobilasasi militer karena berbagai alasan dan sebab. Hal inilah yang menyebabkan munculnya ketidakadilan, diskriminasi dan beratnya tanggungjawab bagi masing-masing individu. Panglima itu juga mengisyaratkan ada kesalahan dalam pandangan umum selama ini, bahwa persoalan itu hanya dialami kelompok religius saja. Menurutnya, fenomena itu juga merembet ke kalangan minoritas dan sekuler Yahudi. Dibayar 10 ribu US dolar Dalam rangka pengukuhan eksistensi Yahudi di Palestina, di saat terjadi aksi imigran balik (dari Israel ke luar, red.) disebabkan maraknya Intifadhah Al Aqsha yang memasuki tahun ketiga, beberapa sumber media Israel menyebutkan bahwa pemerintahnya menyetujui pada sidang pekanannya pada hari Ahad lalu, (03/11) atas bantuan dana sebesar 10 ribu US dollar bagi setiap orang Yahudi yang mau datang ke Palestina menempati pemukiman-pemukiman yang sudah disiapkan. Sumber-sumber tadi mengatakan bahwa pemerintah Israel setuju jika bantuan dana uang itu diberikan kepada setiap Yahudi yang datang menempati pemukiman-pemukiman di Palestina. Mereka juga mengatakan bahwa dana bantuan itu tidak hanya untuk negara miskin saja, sebagaimana yang diperkirakan sebelumnya, namun bantuan itu juga untuk imigran negara kaya sekalipun. Perlu disampaikan di sini, sejak meletusnya Intifadhah Al Aqsha hampir lebih satu juta pemukim Yahudi hengkang dari Palestina menuju ke negara asalnya masing-masing. Juga 25% pemuda Yahudi, sekarang ini, berpikir secara matang untuk pindah dari Palestina di bawah kondisi ekonomi dan keamanan yang tidak kondusif. Padahal, situasi semacam ini tidak pernah dialami oleh Israel sebelumnya. (comes/amz)