Hidayatullah.com– Innalillahi wainna ilayhi rajiun. Syeikh Dr. Abdurrahman Uwais, salah satu ulama dan pengajar di Universitas al Azhar telah berpulang ke hadapan Allah Subhanahu Wata’ala. Sosok yang dikenal akrab dengan para mahasiswa asal Indonesia, khususnya asal Aceh di Mesir berpulang ke rahmatullah atas kejadian tragedi Rab’ah Adawiyah, Rabu (14/08/2013) pagi.
Menurut informasi yang dituliskan Muhibussabri Hamid, mahasiswa Al-Azhar asal Aceh yang tinggal di rumah duktur – demikian panggilan untuk Prof. Dr. Abdurrahman Uwais dalam Facebook, jenazah beliau telah dipulangkan ke rumah duka pukul 23.00 waktu Kairo. Hamid tinggal di El-Marg Gadidah, yang kebetulan tinggal di rumah kontrakan almarhum.
Hingga kini belum dijelaskan secara pasti penyebab dan waktu meninggalnya Syeikh Uwais.
“Bertaubatlah kepada Allah dengan sebenar-benar taubat dan jauhilah fitnah keji yang dapat menggerogoti jengkalan hati kita. Hasbunallalah wa nikmal wakil, tuu buu ilallah, tsumma tuu buu tilallah,” demikian pesan Guru Besar Ilmu Tafsir dan Ulumul Qur’an di Universitas Al-Azhar, Kairo ini dalam sebuat khutbah para jamaah Masjid Bawah Imarah (di flat nya), di El-Marg Gadidah, Kairo, sehari setelah penggulingan Mohammad Mursy.
Selain itu menurut Muhib – sapaan akrab Muhibussabri Hamid – sang duktur dikenal dengan kepribadiannya yang mengajak kepada kebaikan dan mencegah dari perbuatan keji dan munkar.
“Aku hidup bersamanya dalam tiga huru-hara, mulai dari masa Mubarak, Dr. Mursy dan Al-Sisi. Namun yang kurasa adalah sikap dan kepribadian, “ demikian ajaknya kepada kebaikan dan mencegah dari perbuatan keji dan munkar.
Syeikh Uwais sudah berkali-kali keluar masuk penjara, namun Allah Subhanahu Wata’ala dan selalu menyelamatkannya hingga ajal menjemput menemui rabb-Nya kemarin di medan Rabi’ah,” tulis Muhib dalam catatan Facebook nya yang ia tag ke akun hidayatullah.com, Kamis pagi (15/08/2013).
Menurut Muhib, semasa hidupnya, duktur juga selalu menasehati teman-teman Masisir (Mahasiswa Indonesia di Mesir) yang tinggal di kontrakannya untuk senantiasa menjaga lidah dan dari keburukan dunia dan akhirat.
“Beliau itu, ayah rohani kami. Ayah yang selalu mengisi hati dengan mutiara suci, mengasah lidah kami dengan zikir dan menutup mulut kami dikala dunia dan seisinya saling menghujat serta mengkafirkan. Jikalau ada yang bertanya kepadaku kenapa penghuni rumah kami sangat berhati-hati menulis tetang konflik mesir, sepi hujatan-hujatan keji dan pengkafiran adalah karena beliau selalu menasehati kami untuk menjaga lidah dari keburukan dunia akhirat,” cerita Muhib.
Menurut Muhib, sang duktur merupakan ulama yang zuhud, ahli ibadah, hafidz dan ahli tafsir. Bacaan di setiap shalat fardhu satu rubu’ dan setiap tarawih atau witir satu juz dengan bacaan beliau pun sangat lambat demi menjaga tajwid dan harakah agar tidak salah.
“Almarhum sangat zuhud, sederhana dan bersahaja. Aku tidak pernah meilihat beliau berpergian dengan mobil pribadi. Sepertinya beliau tidak punya mobil. Yang terparkir di depan rumah hanya mobil tetangga yang menyewa flat beliau. Berpergian untuk mengajar di Universitas Al-Azhar saja beliau tempuh dengan Metro (kereta api listrik). Tidak ada bedanya dengan kami yang mahasiswa,” terangnya.
Seperti dilansir dari website KMA (Keluarga Mahasiswa Aceh) Mesir kmamesir.org, jenazah Prof. Dr. Abdurrahman Uwais sendiri telah dipulangkan ke rumah duka pukul 23.00 waktu Kairo.*