Hidayatullah.com–AKhirnya bukti adanya senjata pemusnah massal yang sering dilontarkan Amerika Serikat (AS) sebagai alasan untuk menyerang Iraq itu tidak pernah ada. Dan tudingan senjata itu semakin sulit dibuktikan.
“Kami memimpin pencarian itu untuk menemukan kebenaran. Fakta yang kami temukan, sejauh ini, senjata tersebut tidak ada,” ujar Kay kepada Radio Publik Nasional pada Minggu lalu.
Menurut dia, yang harus bertanggung jawab atas kesalahan informasi tersebut adalah pusat intelijen AS, CIA. Dia menjelaskan, badan itu berhutang penjelasan kepada Presiden George W. Bush.
“Kita harus ingat, pandangan soal Iraq itu sudah ada selama pemerintahan (mantan Presiden Bill Clinton) dan tidak berubah dalam pemerintahan Bush,” ungkapnya. Yang perlu dibahas saat ini, menurut dia, bukan soal ada atau tidak ada, namun isu serius itu ternyata tidak sesuai.
Kay mengundurkan diri dari Kelompok Survei Iraq (ISG) yang ditugaskan menemukan senjata pemusnah masal setelah invansi AS dan Inggris ke Iraq. Setelah sebulan bekerja di sana, kelompok tersebut tidak menemukan senjata pemusnah masal apa pun yang diduga dimiliki Saddam.
Kegagalan menemukan senjata terlarang itu merupakan hal besar yang memalukan Washington. Sebab, hal tersebut dijadikan dalih utama untuk melangsungkan perang terhadap Iraq.
Dalam kesempatan itu, Kay juga menjelaskan pernyataan yang dibuatnya di koran Inggris, Sunday Telegraph, mengenai kemungkinan Saddam telah mengirimkan sebagian senjatanya ke Suriah sebelum perang.
“Ada banyak bukti pergerakan ke Suria sebelum perang. Ada foto satelit, laporan di lapangan arus truk, mobil, serta kereta api melintasi perbatasan. Kami tidak tahu apa yang dipindahkan,” ujarnya.
Menurut Kay, hanya sedikit yang bisa dilakukan di Iraq untuk memutuskan hal yang dipindahkan itu. Jawaban nyata atas hal tersebut ada di Suriah. Dan, pemerintah Suriah secara mutlak menunjukkan ketidaktertarikan membantu ISG dalam menyelesaikan masalah tersebut.
Pada Minggu lalu, Damaskus menyatakan, tuduhan bahwa senjata Iraq dipindahkan ke Suriah merupakan hal yang tidak berdasar. Kay juga meragukan klaim dalam dokumen pemerintah Inggris pada September 2002 bahwa Iraq bsia menempatkan senjata biologi atau kimia hanya dalam 45 menit.
“Setelah perang dan dengan upaya inspeksi yang kami lakukan sekarang selama sembilan bulan, saya kira kita semua setuju bahwa tidak ada senjata dalam jumlah besar untuk tindakan langsung,” jelasnya. Menurut dia, penilaian soal Iraq yang berkembang sebelum perang lebih banyak dilandasi masalah politis dibandingkan teknis.
Sabtu lalu, Menlu AS Colin Powell mengungkapkan pertanyaan terbuka terkait kepemilikan senjata pemusnah masal Iraq. Namun, dia beralasan bahwa intelijen benar mengenai keinginan Saddam untuk mengembangkan senjata tersebut sebelum perang. Sejauh itu, Gedung Putih terus menyatakan bahwa senjata tersebut akan ditemukan.
Menurut dia, rezim tersebut tidak lagi bisa dikendalikan, seperti spiral kematian. Saddam mengarahkan sendiri proyek itu dan tidak diperiksa siapa pun. Ilmuwan mampu memalsukan program-program.
Kay menegaskan, kegagalan untuk mengakui hal itu membuatnya merekomendasikan pemeriksaan secara menyeluruh terhadap pengumpulan intelijen serta upaya analisis CIA dan agen lainnya. “Saya mempunyai analis yang meminta maaf atas kesimpulan yang mereka ambil,” ujarnya.
Sebagai respons terhadap hal tersebut, pejabat intelijen menyatakan terlalu dini untuk mengatakan pemeriksaan menyeluruh atau bahkan secara luas salah dan masih banyak jawaban yang diperlukan. (afp/bbc/jp)