Hidayatullah.com–Bush mungkin berlagak tenang guna menghadapi Pemilu dan pencalonannya kembali untuk maju ke kursi presiden, tapi, kejadian pahit yang terus menimpa tentaranya dan berbagai kebijakan sembrono di Iraq terus menuai kecaman dari rakyatnya.
Yang terbaru, di tengah kampanye guna maju kembali menjadi Presiden AS, George W. Bush semakin tentang rakyatnya. Hasil polling terbaru pun mengindikasikan mayoritas masyarakat AS menentang cara Bush menangani masalah pendudukan di Iraq. Bahkan, para politisi Demokrat secara terbuka menyebut Iraq sebagai Vietnam baru.
Setahun setelah jatuhnya Saddam, Bush justru berperang melawan para gerilyawan muslim Sunni dan Syi’ah. Presiden AS itu memutuskan untuk mengalahkan apa yang dia tuduh sebagai “terorisme” serta melanjutkan penyerahan kedaulatan ke tangan rakyat Iraq pada 30 Juni nanti. Namun, banyak negara, termasuk anggota koalisi, ingin tahu apa yang akan dilakukan Bush untuk menciptakan stabilitas dalam transisi itu.
Di Kuffa, Iraq, pemimpin Syiah Moqtada al-Sadr mencap Bush sebagai musuh dan memintanya untuk menarik pasukan AS dari Iraq. Jika tidak, AS bakal menghadapi revolusi di Iraq. “Untuk musuh saya, Bush, Anda sekarang memerangi seluruh negeri ini dari selatan ke utara. Kami sarankan Anda meninggalkan Iraq,” kata Sadr dalam pesan yang dibacakan di masjid utama di Kufa oleh pembantunya, Syeh Jaber al-Khafagi, kemarin.
“Saya ajak Amerika untuk tidak menghadapi revolusi Iraq,” seru Syekh Jaber, menirukan Al-Sadr, di depan jamaah salat Jumat. Semula, Al-Sadr diharapkan akan menyampaikan khotbah. Namun, kata Khafagi, Sadr tak bisa bersama mereka hari itu tanpa menyebut alasannya.
Seminggu belakangan ini Iraq menjadi berita buruk bagi AS dan Bush menjelang pencalonannya kembali pada pemilihan presiden 2 November mendatang. Korban tewas tentara AS di Iraq telah melewati 630 orang. Padahal, situasi terus membara. Bentrokan masih berlangsung di sejumlah kota. Mutilasi empat kontraktor keamanan AS di Fallujah juga mengejutkan negara itu.
Menurut jajak Pew Research minggu ini, hanya 40 persen warga AS yang setuju cara Bush menangani Iraq. Itu tingkat terendah setelah mencapai 59 persen pada Januari lalu. Padahal, setahun lalu, lebih dari 70 persen warga AS masih mendukung. Sedangkan polling Pew yang dilakukan sebelum tumbangnya rezim Saddam Hussein menunjukkan, 60 persen rakyat Amerika mendukung perang itu meski berakhir lebih dari setahun.
Hadapi Masalah Serius
Menteri Pertahanan Amerika Serikat Donald Rumsfeld mengatakan tentara AS tengah menghadapi suatu masalah yang serius di Iraq dalam menghadapi gerakan perlawanan bersenjata para pejuang dan milisi Syi’ah di seluruh wilayah Iraq beberapa hari terakhir ini.
“Anda menghadapi sejumlah kecil teroris, sejumlah kecil gerilyawan, yang diperparah dengan adanya berbagai aksi unjuk rasa dan situasi pelanggaran hukum di mana-mana. Dan ini merupakan suatu masalah yang serius,” ujar Rumsfeld di Washington, kemarin.
Pertempuran berkobar di Bagdad, Kirkuk, dan Mahmudiyah, serta kota-kota Syiah seperti Najaf, Kufah, Kut, Basra, dan Samara. Sementara Fallujah dan Ramadi di barat Bagdad merupakan ajang bentrok terpanas saat tentara AS menggelar operasi besar-besaran sejak Minggu lalu.
Bentrokan ini awalnya dipicu oleh aksi demonstrasi pendukung Syiah Muqtada al-Sadr Minggu lalu, yang mengencam penutupan surat kabar kelompok itu oleh penguasa pendudukan pekan lalu. Demonstrasi dan bentrokan kemudian melibatkan berbagai kelompok gerilyawan dan masyarakat Iraq baik Sunni maupun Syiah melawan pasukan koalisi.
Sampai kemarin, ratusan warga Iraq dan puluhan tentara koalisi tewas. Sejumlah daerah juga dikuasai warga Iraq atau ditinggalkan oleh pasukan koalisi yang tidak mampu bertahan melawan amukan massa.
Sementara itu, ribuan kaum Syi’ah dan Sunni dan yang didukung kendaraan penuh makanan dan obat-obatan, menggelar demonstrasi berjalan kaki menuju Fallujah, Kamis (8/4). Mereka memenuhi seruan para pemimpin agama untuk berbondong-bondong membawa bantuan bagi warga Kota Sunni itu, yang dikepung AS.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
“Keluarga kami di Fallujah. Ingatlah bahwa kita mati masuk surga, mereka mati masuk neraka,” bunyi tulisan pada spanduk yang dipegang demonstran di Masjid Um al-Qora di pinggiran Fallujah.
“Tidak ada Sunni, tidak ada Syiah, tapi persatuan Islam. Kita Sunni dan Syiah bersaudara dan pantang menjual negeri kita,” teriak para demonstran.
Sheikh Ahmad Abdel Ghafur al-Samarai, imam masjid tersebut dan sekaligus anggota Komite Ulama Islam, mengatakan penduduk Bagdad memutuskan mengirim 90 mobil dengan muatan pangan dan obat-obatan kepada keluarga-keluarga di Fallujah.
“Apa yang kami lakukan ini merupakan jihad, yang dapat terwujud dalam bentuk demonstrasi, sumbangan, dan perang. Mereka yang dijajah berhak perang melawan penjajah, apa pun bentuk yang mereka gunakan,” kata imam masjid itu.
Ia juga mendesak tentara AS menghentikan aksi militernya di kota itu. “Tindakan AS hanya akan menimbulkan kebencian dan permusuhan. Amerika telah membunuh orang tua yang sedang salat di masjid, juga wanita dan anak-anak. Ini jelas pembantaian yang membabi buta,” tegasnya merujuk pada pengeboman atas sebuah masjid di kota itu sehari sebelumnya, yang menewaskan 40 orang. (ap/afp)