Hidayatullah.com–Sebuah penelitian terbaru menyebutkan, kebanyakan para pelajar Kurdi lebih menyukasi bahasa Inggris dibanding bahasa mereka sendiri, Arab. Hasil penelian itu menunjukkan, kebanyakan kalangan pelajar itu lebih suka menghindari pemakaian bahasa Arab. Mereka menganggap bahasa Arab ketinggalan jaman dan lebih suka menggunakan Inggris sebagai bahasa kedua.
"Bahasa Aran menjadi bahasa ketiga kami, "ujar Hany Kader Khoder, Kepala Sekolah SMU, Arbil seperti dikutip, AFP, Jumat, (27/Mei) kemarin. Bahkan hampir mayoritas siswa di sekolah itu tidak memahami bahasa Arab. "1.442 murid kami tidak begitu paham bahasa mereka sendiri dan tidak mengerti bahasa Arab hari ini," tambahnya.
Umumnya, para guru sekolah itu memegang mata pelajaran untuk empat atau lima jam dalam minggu untuk bahasa Arab, kurang satu jam dibanding bahasa Inggris, ujar Khoder.
Ia mengatakan, bahwa para murid itu lebih menyukasi bahasa asing itu karena "sebab, bahasa Arab dianggap sebagai bahasa tekanan dan kekejaman rejim terdahulu."
Rakyat Kurdi telah menikmati 13 tahun peningkatan otonomi dan kemakmuran di dalam zona keamanan di Iraq sejak Perang Teluk pertama.
Ali Mahmoud Jukil, salah seorang anggota senior di jurusan bahasa Universitas Salahuddin, mengatakan, para mahasiswa yang menyukai bahasa Inggris menganggap Inggris adalah "bahasa pembaharuan yang universal".
Dari mahasiswa yang mendaftarkan di universitas itu, hanya 359 mahasiswa yang mengambil jurusan Arab. 999 memilih bahasa Inggris dan 555 memilih bahasa Kurdi.
"Mereka yang memilih Arab karena tidak mempunyai nilai Inggris cukup baik saat sarjana muda, atau karena pertimbangan agama," ujar Taher Mustafa, salah satu dari empat dosen Arab yang masih tersisa di universitas itu.
"Mereka mungkin ingin memahami Al-Qur’an, atau untuk bekerja sebagai para perantara antara Kurdis di Iraq utara dan di negeri lain."
Umumnya, kebanyak orang keturunan Kurdi di Iraq utara berbicara menggunakan empat dialek, tak satupun dari mereka yang dengan mudah dipahami satu sama lain.
Perbedaan paling menyolok diantara kedua nya -antara suku Kurmanji dan Sorani– menyebabkan terbelahnya antara kedua fraksi utama di Iraq makin berlanjut, Partai PUK (Patriotic Union of Kurdistan) dan the Kurdistan Democratic Party (KDP)
Menulis ulang Sejarah
Saat Perang Teluk, 1991, seiring intervensi Barat, banyak sekolah dan universitas di negeri itu mengganti mata pelajaran Arab ke dalam Kurdis.
Penggantian bahasa Arab ke Kurdi telah berjalan saling bergandengan dengan usaha penulisan ulang sejarah dan buku-buku geografi dari jaman Saddam, ujar Sabah Aram, seorang pejabat pendidikan di Kurdish.
"Sebelumnya, buku-buku itu tak pernah menyebutkan Kurdistan. Para siswa tidak mengenal sejarah mereka sendiri kecuali geografi semua negara-negara Arab," katanya.
"Mulai sekarang, pelajaran pertama para siswa adalah lokasi asli mereka, kemudian Iraq, yang terakhir, sisa dari belahan dunia lainnya." (iol/cha)