Hidayatullah.com–Hari Kamis lalu parlemen Perancis mengesahkan undang-undang yang akan memfasilitasi penerbitan obligasi syariah. Namun, sebagian partai oposisi menentangnya.
Keputusan untuk menerapkan undang-undang itu diambil melalui pemungutan suara di senat atau majelis tinggi parlemen pada 9 Juni, yang memodifikasi kerangka hukum fiducia di Perancis, yang setara dengan trust di Inggris.
Secara teori, dengan adanya peraturan tersebut Perancis akan memfasilitasi penerbitan obligasi syariah yang dikenal dengan sukuk, meskipun pemerintah telah mengupayakan perangkat alternatif untuk menerbitkan surat hutang semacam itu.
Langkah tersebut merupakan bagian dari upaya Perancis selama dua tahun untuk menciptakan jembatan baru bagi keuangan Islam di Eropa, yang nilainya secara global diperkirakan mencapai USD 1 triliun.
Partai UMP yang berkuasa dan Pusat Baru memberikan suaranya untuk mendukung undang-undang itu, sementara sikap berseberangan diambil oleh Partai Sosialis dan kelompok berhaluan kiri lainnya.
“Berarti kita memasukkan hukum Islam ke dalam kerangka hukum Perancis,” kata Henri Emmanuelli dari Partai Sosialis memberi alasan. “Ini sangat mengejutkan kami, hal itu tidak bisa ditermina,” katanya.
Sebagian pakar berharap Perancis bisa menarik lebih banyak lagi investor dari Timur Tengah untuk menanamkan modalnya di proyek dan perusahaan dalam negeri, terutama yang berskala kecil dan menengah, dengan cara yang sesuai hukum syariah.
Diharapkan ada sebuah perusahaan atau badan dengan kewenangan terbatas yang bisa menerbitkan sukuk pertama di Perancis, yang tidak memberikan bunga, tapi memberikan bagi hasil.
Pada hari Rabu, seorang penasihat pada rencana penerbitan obligasi sukuk Perancis pertama mengatakan, bahwa rencananya sukuk akan diterbitkan di bulan Oktober. Namun, rencana itu ditunda karena kendala teknis.
Mohammad Farrukh Raza, managing director di Islamic Finance Advisory & Assurance Services (IFAAS), mengatakan sebuah institusi keuangan Perancis–yang tidak disebutkan namanya–akan menerbitkan sukuk itu di akhir tahun atau di awal 2010. Penundaan dilakukan karena masih adanya sejumlah hal yang ditinjau dari mata hukum bertentangan dengan hukum syariah.[di/rtr/hidayatullah.com]