Hidayatullah.com– Senin (18/10) para pejabat tinggi beberapa negara berkumpul di Roma, Italia, untuk membicarakan masa depan Afghanistan.
Konferensi bagi Afghanistan ini diikuti tokoh-tokoh penting, seperti utusan khusus Amerika Serikat Richard Holbrooke, Menteri Luar Negeri Afghanistan Zalmay Rassoul serta panglima pasukan AS di Afghanistan, Jenderal David Petraeus yang akan memaparkan situasi keamanan aktual di negara tersebut.
Selain itu hadir pula sejumlah perwakilan negara-negara Islam, dan untuk pertama kalinya Iran juga ikut serta.
Dalam konferensi internasional kelompok kontak Afghanistan di Roma, mengajukan tiga pertanyaan besar yang memainkan peranan utama: konsekuensi dari pemilu parlemen, reintegrasi dan rekonsiliasi Taliban serta yang paling penting, penyerahan tanggung jawab keamanan kepada pemerintah Afghanistan.
Utusan khusus pemerintah Jerman untuk Afghanistan dan Pakistan, Michael Steiner memaparkan, “47 negara dari lima benua, dari berbagai agama dan ideologi di sini punya satu tujuan, yakni menciptakan keamanan yang memadai di Afghanistan.”
Pertemuan di Roma, Italia, ini antara lain juga merupakan persiapan untuk KTT NATO di Lissabon, Portugal.
Michael Steiner menegaskan, akhirnya semua pihak harus melepaskan gambaran ideal dari tahun-tahun sebelumnya, yakni menciptakan negara Afganistan yang damai dan demokratis. Kini semua berusaha menemukan solusi kecil-kecilan namun realistis. Masyarakat internasional telah membuat kesalahan, dan hal itu sudah disadari oleh semua peserta konferensi, juga oleh AS.
Di Roma yang hendak dirundingkan terutama adalah, bagaimana caranya kedua sasaran terpenting dan bisa diwujudkan di Afghanistan tersebut dapat terlaksana.
Utusan khusus pemerintah Jerman untuk Afghanistan, Michael Steiner menjelaskan, “Apa yang kita perlukan adalah sebuah Afghanistan yang cukup stabil serta penghormatan hak asasi. Karena kita tidak bisa meninggalkan Afghanistan dalam situasi abad pertengahan seperti saat di bawah kekuasaan Taliban. Inilah kedua sasaran tersebut. Hal itu akan sangat sulit dan diyakini, kini kami berada di bawah persyaratan yang disepakati oleh semua pihak.“
Steiner juga meyakini, sasaran ini juga akan diterima oleh negara-negara Islam.
“Negara-negara Islam sepakat dengan kami, jika menyangkut penyiksaan dan larangan penyiksaan, mengenai anak perempuan yang harus sekolah, dan jika menyangkut hak-hak dasar. Kini perbedaan budaya tidak lagi menjadi masalah, jika kita hendak menciptakan sebuah negara yang stabil dan bermartabat.”
Tema utama lain dalam pertemuan itu, juga boleh jadi langkah bertahap untuk pengambil alihan tanggung jawab keamanan oleh warga Afghanistan sendiri. Kapan hal ini akan dilaksanakan, akan diputuskan dalam KTT NATO di Lissabon akhir bulan November mendatang.
Menteri Luar Negeri Italia Franco Frattini, sebagai tuan rumah konferensi Afghanistan, mengatakan, “Tidak akan ada pelarian dari Afghanistan, yang ada sebuah transisi, yang mana pengendalian keamanan kembali diserahkan ke tangan warga Afghanistan. Untuk itu NATO akan memutuskannya, dan tidak akan ada aksi sepihak negara anggota.”
Proses pengalihan tanggung jawab direncanakan dimulai tahun 2011 dan jika memungkinan sudah tuntas tahun 2014. Demikian target konferensi Kabul dari bulan Juli lalu. Jika proses pengalihan tanggung jawab keamanan ini sukses, barulah dapat dipikirkan penarikan seluruh pasukan asing dari Afghanistan. Steiner juga menegaskan, bantuan pembangunan kembali sipil jangka panjang, justru harus tetap dilanjutkan.
Perkembangan
Sembilan tahun setelah pemerintahan sah Taliban digulingkan Amerika dan sekutunya, Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) yang mengambil alih tanggungjawab tak mampu secara baik mengendailkan Afghanistan.
Seolah kehilangan akal, rupanya pihak NATO berusaha melakukan pendekatan pada Taliban dengan mengatakan, 20 kelompok Taliban moderat dari seluruh Afghanistan telah memberikan penawaran bekerjasama dengan pihaknya.
Jenderal asal AS itu mengaitkan perkataannya dengan program rekonsiliasi yang dibuat Presiden Hamid Karzai. Menurut program itu, anggota Taliban yang bersedia meletakkan senjata akan diberi pekerjaan. Tetapi Petraeus juga menekankan, kontak yang berlangsung selama ini belum terlalu dalam, sehingga perundingan juga belum dapat terlaksana. Itu masih berupa diskusi taraf pertama.
Namun tipu daya pasukan asing ini ditampik Taliban. Semua perkataan Petraeus ditampik Taliban. Jurubicaranya Sabihullah Mujahid menyatakan kepada kantor berita AFP, keterangan Petraeus tidak berdasar dan salah. Ia menambahkan, tidak satupun pejuang Taliban bersedia berunding baik dengan penyerang asing maupun dengan bonekanya.
Entah karena sudah tak mampu lagi mencari celah mengalahkan pejuang Taliban, kini Negara-negara asing seolah lebih mengerti masa depan Afghanista. Mereka menggelar pertemuan bertema ‘masa depan Afghanistan lebih baik’ tapi tanpa keterlibatan warga Afghan dan Taliban sendiri. [cha, dwwd, berbagai sumber/hidayatullah.com]