Hidayatullah.com–Kantor berita Mehr melaporkan, Ghadah al-Gharbi bin Jaddo, Ketua dan pendiri Komunitas Perempuan Tunisia mengatakan, setelah kebangkitan rakyat, gerakan kelompok Islam di Tunisia bekerja keras untuk memperkenalkan budaya Islam kepada rakyat dan kaum hawa di negara ini selain juga berupaya mengikis budaya Barat yang tidak etis.
Seraya menjelaskan bahwa kubu Islam harus melewati jalan yang panjang untuk mewujudkan semua tuntutannya, Bin Jaddo menambahkan, dengan revolusi, rakyat Tunisia berhasil mewujudkan sebagian tuntutan mereka. Akan tetapi rakyat harus tetap berjuang untuk mencapai semua yang diharapkan.
Sementara itu, Aminah al-Zawari, Wakil Ketua Komunitas Peningkatan Sumber Daya Wanita Tunisia mengatakan, setelah revolusi sebagian hal yang dituntut oleh rakyat berhasil dicapai termasuk di antaranya pembebasan mereka yang ditangkap oleh rezim Ben Ali, juga kebebasan politik, pembentukan komunitas-komunitas kerakyatan dan keagamaan serta kebebasan bekerja bagi para pemuda. Selain itu, masih ada banyak tuntutan lain yang belum terwujud.
Sebagaimana diketahui, Bin Ali dikenal dekat dengan Amerika dan Israel. Selama berkuasa, kegiatan Islam banyak dilarang dan dihalang-halangi. Muslimah juga dilarang mengenakan jilbab di tempat umum.
Negara dengan penduduk mayoritas Islam di Afrika Utara ini memasuki babak baru ketika 14 Januari 2011, mengalami sebuah revolusi.
Presiden Zainal Abidin Bin Ali yang telah memimpin Tunisia selama 23 tahun, turut mempersulit kehidupan beribadah umat Islam.
Sepekan setelah besi Ben Ali jatuh, umat Islam merayakan shalat Jumat di masjid-masjid seantero Tunisia.
Sebab, biasanya, setiap imam atau khatib shalat Jumat dalam khutbahnya harus selalu menyanjung nama Bin Ali dalam doa. Tak hanya itu, masjid juga harus dipantau oleh polisi.*