Hidayatullah.com–Perdana Menteri Turki membandingkan Presiden Suriah dengan pemimpin Libya Muammar Qadhafi, pada saat Damaskus menentang seruan internasional agar mengakhiri tindakan keras pada pemrotes yang telah berlangsung selama 5 bulan.
Presiden Bashar Al Assad telah mengerahkan tank, pasukan darat, dan penembak jitu, dalam upaya merebut kembali kontrol di daerah pemrotes. Serangan militer telah meningkat secara dramatis sejak awal bulan suci Ramadhan, menewaskan ratusan dan menahan ribuan orang.
“Kami telah melakukan seruan (untuk Qadhafi), tapi sayangnya tidak ada hasil,” kata Perdana Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan hari Rabu (17/8). “Hal yang sama terjadi dengan Suriah saat ini.”
Konflik di Libya, yang dimulai sebulan sebelum kerusuhan Suriah, telah berkembang menjadi perang sipil pada saat Qadhafi menentang seruan untuk mengakhiri pertumpahan darah.
Pada hari Rabu, Erdogan mengatakan, ia secara pribadi telah berbicara dengan Presiden Assad dan mengirimkan Menteri Luar Negerinya ke Damaskus, tetapi “meskipun begitu, mereka terus menyerang warga sipil.”
Turki, tetangga dan mantan sekutu dekat Suriah, semakin frustrasi dengan tindakan keras Damaskus. Tapi Turki, mitra dagang paling penting Suriah, tidak bergabung dengan AS dan Eropa untuk memberikan sanksi.
Sekretaris-Jenderal Ban Ki-moon juga berbicara dengan Assad, menyatakan “alarm atas laporan terbaru mengenai pelanggaran besar yang terus berlanjut terhadap hak asasi manusia dan penggunaan kekuatan yang berlebihan oleh pasukan keamanan Suriah terhadap warga sipil” dan menuntut segera diakhirinya semua operasi militer dan penangkapan massal, menurut pernyataan yang dikeluarkan PBB hari Rabu.
Dengan meningkatnya ketegangan, PBB mengatakan, telah menarik sementara sekitar dua lusin staf “tidak penting” internasional dari Suriah karena alasan keamanan. Wakil juru bicara PBB, Farhan Haq wakil, juga mengatakan, beberapa anggota keluarga staf PBB telah direlokasi ke negara lain.*