Hidayatullah.com–Anggota parlemen Inggris, Malcolm Rifkind menyatakan bahwa Libya tidak akan senasib dengan Iraq, mengingat adanya perbedaan yang jelas antara keduanya. Menurutnya, Libya pascajatuhnya Kolonel Muammar Qadhafi berbeda dengan Irak pascajatuhnya Saddam Hussein.
Dalam sebuah artikel yang diterbitkan The Times British, Rifkind menjelaskan bahwa rakyat Libya telah berjuang dan memenangkan perang, dan Barat menyerukan pentingnya mendukung rakyat Libya untuk menang secara damai.
Menurutnya, rakyat Libya telah bangkit dan membebaskan Benghazi dengan usaha mereka sendiri sebelum datangnya pasukan NATO. Bahkan akhirnya mereka dapat menguasai Tripoli, juga sebagian besar karena usaha mereka sendiri. Ini menunjukkan bahwa rakyat Libya tidak mengalami rasa sakit seperti yang dirasakan rakyat Iraq pascapenggulingan Saddam.
Di Iraq, pembentukan pemerintahan tidak dilakukan secara langsung seusai perang, namun rakyat Iraq harus mengalami rasa pahit karena berada di bawah kontrol Amerika Serikat selama bertahun-tahun.
Sedangkan di Libya, pemerintahan baru mungkin akan segera dibentuk dalam hitungan hari, dan rakyat Libya sendiri yang akan terlihat memegang pemerintahan mereka.
Perbedaan lainnya adalah, di Libya tidak terdapat perpecahan kelompok Islam Sunni-Syiah seperti yang terjadi di Irak. Sebagian besar Muslim di Libya adalah Sunni.
Jatuhnya Saddam juga tidak seperti jatuhnya Qadhafi. Jatuhnya Saddam tidak hanya secara individu, melainkan jatuhnya rezim dan partai yang berkuasa secara totaliter yang telah mengakar kuat di negeri itu.
Rifkind juga menyerukan agar rakyat Libya mengambil pelajaran dari apa yang terjadi di Iraq.*