Hidayatullah.com–Pengadilan Mesir hari Selasa (27/12/2011) memerintahkan agar tes keperawanan yang dilakukan terhadap para tahanan wanita di penjara-penjara militer dihapuskan.
Tuntutan penghapusan ketentuan itu diajukan ke pengadilan oleh Samira Ibrahim, seorang wanita yang mengatakan bahwa dirinya dipaksa menjalani tes keperawanan di dalam penjara pada bulan April, setelah ia ditangkap aparat saat berunjuk di Lapangan Tahrir.
“Pengadilan memerintahkan pelaksanaan prosedur tes keperawanan terhadap para gadis di dalam penjara-penjara militer dihentikan,” kata hakim Aly Fekry, kepala pengadilan administrasi di Kairo, dikutip Al Arabiya.
Keputusan itu disambut suka-cita puluhan orang yang menghadiri sidang.
Hossam Bahgat, direktur Egyptian Initiative for Personal Rights yang mewakili Samira Ibrahim menyambut keputusan itu sebagai “kabar baik”.
Namun, ia mengatakan masih diperlukan kerja keras untuk menyeret para pelaku dan orang yang memerintahkan tes keperwanan itu dilakukan.
Menanggapi keputusan pengadilan, kepala intelijen militer Adel Mursi mengatakan, keputusan tersebut “tidak bisa dilaksanakan,” karena tidak ada instruksi yang memerintahkan dilakukannya tes keperawanan tersebut.
“Sama sekali tidak ada perintah untuk melakukan tes keperawanan. Jika seseorang melakukan tes keperawanan, maka itu merupakan tindakan personal dan orang tersebut dapat diperiksa karena melakukan tindak kriminal,” kata Mursi.
Samira Ibrahim ditahan oleh polisi mliter pada 9 Maret saat melakukan aksi duduk di Lapangan Tahrir bersama 17 orang perempuan lain. Kebanyakn dari mereka mendapatkan siksaan selama ditahan, termasuk dipaksa melakukan tes keperawanan di dalam penjara. Ibrahim kemudian menempuh jalur hukum untuk menuntut pelecehan yang diterimanya.
Samira mendapatkan banyak dukungan dan pujian karena keberaniannya melawan militer Mesir. Namanya pun semakin populer, termasuk ditorehkan di dinding-dinding kota Kairo.*