Hidayatullah.com–Departemen Luar Negeri Amerika Serikat mengeluarkan Laporan Tahunan Perdagangan Manusia 2010, disebutkan di dalamnya lebih dari 12 juta orang menjadi korban perbudakan moderen.
Meskipun jutaan orang terjebak dalam sistem kerja paksa, kerja paksa berikat atau dipaksa melacurkan diri, laporan yang dirilis hari Senin (14/6) itu menyebutkan hanya ada 4.166 orang yang diperdagangkan tahun lalu.
Menurut Duta Besar berkuasa penuh Luis CdeBaca, yang memimpin upaya memerangi perdagangan manusia di Deplu AS, tercatat 116 negara telah mengadopsi undang-undang antiperdagangan manusia sejak PBB menyatakan perang melawan perdagangan manusia 10 tahun lalu. Katanya, tahun kemarin angka kasus perdagangan manusia yang terungkap mencapai angka tertinggi dan pelakunya berhasil diseret ke pengadilan.
“Negara-negara yang dulu menolak mengakui adanya perdagangan manusia, sekarang bekerja mengidentifikasi para korban dan menolong mereka mengatasi trauma perbudakan moderen, di samping menghukum mereka yang memperbudak orang lain,” tulis Menlu AS Hillary Clinton dalam suratnya yang mendampingi laporan tersebut.
Banyak pekerjaan yang belum selesai, karena laporan itu menyebutkan hanya 0,4% dari seluruh korban perbudakan moderen yang berhasil diidentifikasi tahun lalu. Perdagangan manusia adalah bisnis yang menghasilkan uang milyaran dollar, yang mungkin akan terus berkembang jika pemerintah negara-negara di dunia gagal mengatasinya.
“Memperbudak orang masih kecil sanksinya,” tulis CdeBaca dalam suratnya yang menyertai laporan itu. “Remediasi, denda atau peringatan adalah harga yang sangat rendah untuk dibayar oleh pelaku. Mereka yang mengambil untung dengan mencuri kemerdekaan orang lain, juga harus kehilangan kemerdekaannya. Perintah memerangi perdagangan manusia sangat sedikit sumberdayanya, terlalu kecil visinya sehingga hasilnya juga sedikit.”
Dalam laporan itu juga dituliskan testimoni para korban dari berbagai belahan dunia. Salah seorang korban selamat asal Amerika lari dari rumah pada usia 11 tahun, ia lalu tinggal dengan seorang laki-laki yang melakukan kekerasan seksual atas dirinya dan memaksanya menjadi pelacur. Ketika polisi menangkapnya, gadis kecil itu dituding melakukan pelacuran dan tidak ada upaya yang dilakukan untuk menemukan mucikarinya. Pengacara gadis itu mengajukan banding, menurutnya pada usia 13 tahun gadis itu terlalu muda untuk dianggap legal melakukan hubungan seks, yang olehkarenanya tidak bisa didakwa melakukan pelacuran.
Laporan itu mencatat, untuk setiap satu orang yang terjebak dalam perbudakan seks, sembilan orang tertangkap karena kerja paksa atau kerja paksa berikat.
Clinton mengatakan, untuk pertamakalinya Deplu memeringkat Amerika Serikat dengan menggunakan standar yang sama yang digunakan oleh negara-negara lain. Dan AS meraih ranking tertinggi, yang artinya pemerintah sangat sejalan dengan protokol antiperdagangan manusia PBB. Negara-negara yang rankingnya di bawah AS adalah China, Arab Saudi, India, Iran dan Rusia.[di/ynw/hidayatullah.com]