Hidayatullah.com–Perdana Menteri Iran Nuri Al Maliki mengkritik keras Turki yang dinilainya melakukan “intervensi mengejutkan” terhadap urusan dalam negeri negaranya.
“Kami tidak berharap mereka (Turki) ikut campur dalam urusan Iraq,” kata Al Maliki dalam wawancara dengan Al Hurra TV, seperti dilansir AFP, Jum’at (13/01/2012).
Al Maliki mengatakan, Turki mengintervensi Iraq lewat pernyataan-pernyataannya, seakan-akan negara Iraq dikontrol atau dijalankan oleh Turki.
“Kami tentu saja tidak akan membiarkannya,” kata Al Maliki.
Pernyataan Al Maliki diutarakan dua hari setelah Perdana Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan memperingatkan bahwa tindakan Maliki bisa menarik Iraq dari demokrasi dan mendesak agar Al Maliki mengambil langkah-langkah untuk meredakan ketegangan di negaranya, yang dipicu oleh surat perintah penangkapan atas Wakil Presiden Tariq Hashemi.
Tariq Hashemi adalah seorang Muslim yang dianggap sebagai saingan berat dalam dunia politik oleh Al Maliki, yang merupakan seorang penganut Syi’ah. Pemerintahan Iraq pasca Saddam Hussein dan selama Amerika Serikat bercokol di negara itu, dan hingga sekarang ini, dikuasai oleh orang-orang Syi’ah.
Hashemi dituding oleh Al Maliki berada di balik serangan-serangan teror di Iraq.
Tindakan Al Maliki yang mengeluarkan surat penangkapan terhadap Hashemi hanya beberapa jam setelah Amerika Serikat memulangkan sebagian besar personel militernya dan resmi mengakhiri misinya di Iraq pada Desember lalu, sangat mengherankan. Jika memang Hashemi dianggap sebagai dalang teror di Iraq, mengapa ia tidak ditangkap sebelum Amerika Serikat — yang mendukung Al Maliki menjabat perdana menteri Iraq sejak 2006– keluar dari Iraq. Padahal pasukan keamanan Iraq mendapatkan asistensi dari pasukan AS.
“Jika (Turki) diperbolehkan bicara tentang otoritas kehakiman kami, maka kami bisa bisa tentang (otoritas kehakiman) mereka, dan jika mereka bicara tentang perselisihan kami, maka kami pun bisa membicarakan mereka,” kata Al Maliki, seraya menyatakan bahwa tindakan Turki bisa menyulut perang sipil di kawasan itu, dan menegaskan bahwa Turki akan menderita sendiri, karena negaranya terdiri dari banyak etnis dan sekte.*