Hidayatullah.com—Hakim pemimpin sidang perkara “Pertempuran Unta” hari Sabtu (8/6/2012) memanggil kandidat presiden Ahmad Shafiq dan seorang komandan militer berpangkat tinggi untuk bersaksi, lansir Al Mishry Al Yaum.
Memenuhi permintaan pengacara para terdakwa, hakim Mustafa Hassan Abdallah memanggil Shafiq, kepada Zona Pusat Komando Jenderal Ahmad Al Ruwainy dan tiga pembawa acara televisi.
Peristiwa Pertempuran Unta terjadi pada 2 Februari 2011, saat di mana ribuan orang menyerang para pengunjuk rasa di Lapangan Tahrir. Disebut sebagai ‘Pertempuran Unta’ karena sebagian para penyerang, yang merupakan pendukung Husni Mubarak, mengendarai kuda dan unta saat menerobos barisan demonstran.
Dalam sidang hari Sabtu itu, pengacara para terdakwa menuding Al Ihwan Al Muslimun sebagai perencana serangan. Pihak terdakwa menyerahkan sebuah CD berisi rekaman peristiwa yang terjada samapi tanggal 3 Februari 2011 itu.
Sebanyak 24 pengusaha dan pemimpin Partai Nasional Demokrat –partai Mubarak yang kini dilebur– menjadi terdakwa dalam kasus ini dengan tuduhan pembunuhan atas para demonstran.
Di antara terdakwa terdapat Fathi Surur, mantan jurubicara majelis rendah parlemen, dan Safwat Al Syarif, mantan ketua majelis tinggi parlemen.
Para terdakwa meminta Ruwainy, Shafiq dan pimpinan Partai Kebebasan dan Keadilan bentukan Al Ikhwan, Muhammad Al Baltajy, sebagai saksi.
Pada sidang sebelumnya tanggal 17 Mei, pengadilan Kairo Baru menyaksikan 11 rekaman video dan audio yang diberikan terdakwa.
Rekaman itu termasuk pidato dan wawancara dengan Syarif dan Surur setelah pertemuan dengan anggota senior Partai Nasional Demokrat pada 27 Januari 2011, yang menyeru agar mereka tenang dan tidak menyerang para demonstran demi mempertahankan persatuan bangsa. Rekaman lainya merupakan rekaman selama 18 hari demonstrasi besar di Kairo dari para terdakwa.
Dalam persidangan itu Syarif dan Surur membela diri. Syarif mengatakan bahwa ia bukanlah orang jahat, melainkan politisi. Sementara Surur seraya mengutip ayat al-Qur`an, mengatakan agar jangan menyembunyikan kebenaran yang diketahui. Surur menyerahkan portofolio dokumen tentang Deklarasi Universal atas Demokrasi buatannya dan meminta salinan rancangan Konstitusi 1971, guna membuktikan bahwa ia terlibat di dalam pembuatannya, khususnya pasal 3 dan 4 mengenai kebebasan dan hak-hak publik.*