Hidayatullah.com–Mantan presiden Amerika Serikat Jimmy Carter pada Senin menyatakan Washington tak memiliki pengaruh atas Israel dan Palestina untuk mengatasi sengketa beberapa dasawarsa mereka, dan kegoyahannya jatuh ke tingkat terendah dalam 45 tahun.
Saat berbicara pada lawatan di Yerusalem timur dengan kelompok mantan pemimpin dunia, yang dikenal dengan “Para Tetua”, Carter menyatakan tidak yakin Amerika Serikat bisa memulihkan pengaruhnya, dan menyarankan bahwa Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu melepaskan penyelesaian dua negara.
“Perubahan besar akhir-akhir ini adalah penarikan pengaruh Amerika Serikat di mandala Israel-Palestina,” kata Carter, memperkirakan pertama kali sejak Perang Enam Hari 1967 Washington tidak memainkan peran utama dalam mencoba menyelesaikan kemelut itu.
“Ini pertama kali kita melihat sejak 1967 bahwa pemerintah Amerika Serikat tidak memainkan peran utama,” katanya.
“Amerika Serikat sekarang tidak memiliki pengaruh di kedua pihak dan pada kenyataannya menarik tekad kami menjadi perunding utama di antara kedua pihak,” katanya.
“Ketika Amerika Serikat mundur, Israel tentu mendapat kebebasan mutlak untuk melakukan yang diinginkannya,” katanya, dengan menggambarkannya sebagai kekecewaan sangat parah.
“Kebijakan pemerintah Amerika Serikat dalam dua atau tiga tahun belakangan menjadi penarikan paling cepat dari segala bentuk silang pendapat, yang mungkin tidak menyenangkan,” katanya.
Washington pernah menjadi hambatan utama untuk pemukiman, tapi sekarang “tidur”, kata Carter, yang menjadi presiden ke-39 Amerika Serikat pada 1977-81.
Tokoh 88 tahun itu menyatakan berharap pemilihan presiden mendatang membantu menghidupkan kembali pengaruh Amerika Serikat di kawasan itu, tapi mengakui tidak yakin.
Mantan Presiden Irlandia Mary Robinson, juga anggota Para Tetua dan bersama kelompok itu pada kunjungan tarakhirnya tepat setahun lalu, menyatakan kemungkinan penyelesaian dua negara bagi kemelut tersebut tampak menghilang.
“Yang kami ingin lakukan sebagai Tetua adalah menarik perhatian pada kenyataan bahwa ada jenis berbahaya merusak kemungkinan penyelesaian dua negara,” katanya, demikian AFP.*