Hidayatullah.com—Ribuan rakyat Yordania hari Jumat (16/11/2012) turun ke jalan untuk memprotes harga bahan bakar minyak dan gas (BBM/G) yang terus merambah naik seraya menuntut Raja Abdulah II turun dari tahta.
Demonstran yang berkumpul di sekitar Masjid Hussaini di pusat ibukota Amman itu berunjuk rasa dengan damai, sambil dijaga oleh pasukan keamanan yang tidak mengusung senjata api.
Di sela-sela kerumunan terdengar suara meneriakkan raja turun dari tahtanya. “Turun Abdullah, turun!” teriak mereka. Polisi, sebagian membawa perlengkapan anti huru-hara, bersiaga sambil menjaga jarak dengan para demonstran yang berjumlah sekitar 3.000 orang, lapor Reuters.
Kelompok Al Ikhwanul Al Muslimun mengumumkan bahwa mereka mengikuti aksi unjuk rasa hari Jumat kemarin.
Zaki Bani Rashid wakil pimpinan Al Ikhwan Yordania yang menjadi oposisi pemerintah, kepada AFP mengatakan, “Orang yang menyerukan agar rezim turun bertambah, karena kebijakan-kebijakan salah yang menolak tuntutan rakyat.”
“Ini tidak bisa dan tidak boleh diabaikan. Rezim harus melakukan reformasi sebelum terlambat,” kata Rashid. AFP memperkirakan jumlah demonstran yang diikuti oleh anggota Al Ikhwan Yordania itu mencapai 10.000 orang.
Al Ikhwan menuntut agar Raja Abdullah II membatalkan kenaikan harga bahan bakar dan menunda pemilihan umum 23 Januari tahun depan, yang menurut Al Ikhwan akan diboikot oleh kelompoknya.
Demonstrasi serupa namun dalam ukuran yang lebih kecil terjadi di beberapa kota lain di Yordania dalam waktu yang bersamaan. Di antaranya di kota Tafileh, Karak dan Maan di sebelah selatan, serta Irbid dan Jerash di sebelah utara negeri.
Perdana Menteri Abdullah Nsur mengatakan kenaikan harga bahan bakar harus dilakukan untuk mengurangi defisit anggaran negara 3,5 milyar dinar (sekitar US$5 milyar) tahun ini.
Mark Toner salah seorang jurubicara Departemen Luar Negeri Amerika Serikat mengatakan hari Kamis (15/11/2012) bahwa meskipun terjadi ketegangan di Yordania, Washington tetap menganggap Amman sebagai rekan strategis. Gedung Putih mendukung peta reformasi Raja Abdullah II serta aspirasi rakyat Yordania yang menuntut proses politik yang lebih terbuka.*