Hidayatullah.com—Di Lapangan St Peters sekitar 150.000 orang melambai-lambaikan tangan seraya mengucapkan “Grazie!” terima kasih kepada Paus Benediktus XVI yang secara resmi mundur pada hari Kamis ini 28 Februari 2013. Kepergiannya dari Tahta Suci Vatikan meninggalkan sejumlah masalah tak terselesaikan, yang juga diduga kuat menjadi alasan pengunduran dirinya.
Associated Press melaporkan, dalam pidato perpisahannnya Benediktus mengatakan, selama delapan tahun menjadi Paus dia mengalami tidak hanya masa penuh sukacita, tetapi juga masa-masa sulit, di mana angin kencang dan ombak besar menghantam, “ketika sepertinya Tuhan sedang tidur.”
Pada pukul 8 malam waktu setempat, pintu-pintu dari lapangan di Tahta Suci Vatikan itu akan ditutup, dan penjaganya para pria anggota Swiss Guard bebas dari tugas melindungi pemimpin tertinggi umat Katolik dunia itu.
Setelah pengumuman pengunduran dirinya tanggal 11 Februari lalu, banyak spekulasi berkembang seputar alasan Benediktus mengundurkan diri. Bagi gereja Katolik dan umatnya ini adalah peristiwa mengejutkan, sebab dalam 600 tahun terakhir tidak ada satupun Paus yang menyatakan mengundurkan diri. Jabatan Paus dipegang sampai mati.
Teori konspirasi pun merebak. Banyak orang yakin, masalah pedofilia, kasus korupsi dan homoseksual di kalangan gereja memberikan tekanan terbesar bagi pengunduran Benediktus. Meskipun dia sendiri mengaku, masalah kesehatan yang menurun akibat usia tua tidak memungkinkannya untuk melanjutkan tugas sampai ajal menjemput.
Dalam terbitannya hari Kamis (14/2/2013) harian Italia La Stampa menurunkan laporan yang belum pernah dipublikasikan bahwa Paus Benediktus XVI kepalanya terluka dan berdarah sehingga mengotori bantal tidurnya.
Seorang pejabat tinggi gereja yang mengikuti perjalanan Paus, tanpa mau namanya diungkap, menceritakan peristiwa itu terjadi pada malam hari saat Benediktus berkunjung ke Meksiko.
Pagi hari tanggal 25 Maret 2012, Benediktus bangun tidur dengan noda darah di kepalanya. Pembantunya bertanya apa yang terjadi. Benediktus mengatakan dia tidak jatuh, tapi kepalanya terbentur bak beberapa jam sebelumnya. Ketika malam hari dia terbangun dan pergi ke kamar mandi. Di tempat yang asing dan gelap itu Benediktus harus meraba-raba mencari saklar lampu, saat itulah dirinya kemudian terluka.
Publik tidak ada yang tahu, demikian pula pejabat gereja lainnya, sebab luka di kepala tersebut tertutup oleh topi kebesaran Paus yang dipakai saat menemui ribuan jemaatnya dan Benediktus tidak mengeluhkan luka tersebut.
Kejadian serupa sebelumnya pernah terjadi pada malam hari antara tanggal 16 dan 17 Juli 2009 di Introd, Val d’Aosta. Benediktus saat itu jatuh dari tempat tidur sehingga pergelangan tangannya retak.
Bagaimana kejadian itu mempengaruhi keputusan Benediktus untuk mundur, Georg Ratzinger yang merupakan saudara kandung Benediktus menjawab tidak tahu. Tapi dia menjelaskan, bahwa tim medis menganjurkan agar Benediktus tidak lagi melakukan perjalanan jauh lintas benua, sebab tubuhnya tidak kuat lagi.
Kabar mengenai kepala Benediktus yang terluka saat berkunjung ke Meksiko tahun lalu kemudian dikonfirmasi jurubicara Tahta Suci, Federico Lombardi.
VatiLeaks dan Homoseksual
“Benediktus tidak mungkin mundur karena skandal pedofilia atau masalah lain yang kontroversial,” kata pakar soal Vatikan, John Allen, dikutip The Daily Beast (15/2/2013). “Tapi sulit dipercaya jika hal-hal tersebut tidak memainkan peran, setidaknya sebagai latar belakang.”
Setelah skandal pedofilia yang bertubi-tubi terkuak di berbagai negara, Tahta Suci Vatikan dipermalukan dengan skandal pencurian dokumen rahasia yang dijuluki media sebagai VatiLeaks.
Tidak tanggung-tanggung, pelaku utama pencurian dokumen itu adalah orang kepercayaannya sendiri yang mendampinginya 24 jam sehari, sang kepala pelayan Paolo Gabriele.
Dalam pengakuannya, Gabriele mengatakan tindakannya didasari atas kecintaannya pada gereja dan rasa kasihan kepada Paus yang sepertinya tidak mampu berbuat apa-apa dalam menghadapi masalah yang membelit gereja Katolik sedunia.
Ribuan dokumen yang dibocorkan Gabriele kepada wartawan Italia Gianluigi Nuzzi kemudian dijadikan bahan penyusunan buku berjudul “His Holiness: The Secret Papers of Benedict XVI”. Di dalamnya terungkap tidak hanya masalah pedofilia, tetapi juga korupsi, penyalahgunaan wewenang dan perebutan pengaruh di lingkungan gereja-gereja Katolik.
Di antara kabar yang mencuat belakangan, menurut sejumlah vaticanisti (pakar Vatikan) terkemuka, Benediktus mengundurkan diri setelah menerima dokumen rahasia bersampul merah berisi laporan khusus tentang jaringan para pendeta Katolik gay yang bekerja di dalam Vatikan, tetapi kerap bermain-main di kota Roma yang sekuler.
Para pendeta homoseksual itu diduga diperas oleh sebuah jaringan gigolo yang bekerja di tempat pemandian air panas di distrik Quarto Miglio, Roma. Sebuah spa di pusat ibukota Italia, yang juga merupakan tempat tinggal seorang uskup agung terkemuka. Bukti-bukti yang ada mencakup foto dan juga video, yang menggambarkan para rohaniwan gereja itu sedang berada di sana dan ada pula yang tertangkap kamera ketika “sedang beraksi.”
Terungkapnya jaringan pendeta gay tersebut menjadi bahan dasar laporan setebal 300 halaman yang disampaikan kepada Paus Benediktus XVI pada 17 Desember 2012 oleh sejumlah kardinal seperti Julian Herranz, Joseph Tomko dan Salvatore De Giorgi.
Menurut sejumlah laporan media, usai mendapatkan laporan itulah pada hari yang sama Benediktus XVI benar-benar memutuskan untuk mengundurkan diri, setelah pada bulan-bulan sebelumnya memikirkan rencana pensiun menyusul insiden benturan kepala di Meksiko.
Paus Benediktus XVI memilih untuk menyimpan laporan bersampul merah itu dalam lemari besi Tahta Suci, untuk kemudian diserahkan kepada penggantinya.
“Sebagaimana yang kalian tahu, hari ini berbeda dengan hari-hari sebelumnya,” kata Paus Benediktus XVI di hadapan ribuan jemaatnya yang menunggu kedatangannya di vila milik Vatikan tempat peristirahatannya di kota kecil Castel Gandolfo Kamis (28/2/2013), dikutip Reuters.
“Saya hanya akan menjadi pemimpin tertinggi Gereja Katolik sampai pukul 8 malam dan setelah itu tidak lagi. Saya semata akan menjadi seorang pengembara suci, yang memulai tahap akhir pengembaraan sucinya di bumi ini.”
Lahir 16 April 1927 di Marktl, Bavaria, Jerman, Joseph Aloisius Ratzinger terpilih menjadi Paus pada 19 April 2005. Dia dikukuhkan menjadi pemimpin tertinggi Katolik dengan gelar Paus Benediktus XVI pada 24 April 2005 dan menduduki tahtanya di Archbasilica of St John Lateran pada 7 Mei 2005. Karirnya sebagai rohaniwan Katolik berakhir dengan gelar Roman Pontiff Emeritus.*