Hidayatullah.com–Dua anggota legislatif dan seorang diplomat Amerika Serikat berada di Kairo dalam upaya memediasi diakhirinya konfrontasi antara pemerintah Mesir yang didukung tentara dan pro-presiden tersingkir Mohammad Mursy.
Kedatangan mereka menyusul pertemuan antara perwakilan AS dan Uni Eropa dengan pemerintah yang didukung militer dan para pendukung Presiden Mohammad Mursy.
Pada akhir pekan Wakil Menteri Luar Negeri AS, William Burns, secara terpisah sudah bertemu dengan anggota Al Ikhwan al Muslimun dan Menteri Luar Negeri Mesir, Nabil Fahmy.
Utusan Uni Eropa, Bernardino Leon, ikut mendapingi Burns saat pertemuan dengan Fahmy.
Tidak banyak rincian yang terungkap dari perteumuan namun jelas tujuannya adalah untuk menghindari kekerasan dan pertumpahan darah lebih lanjut.
Kementerian Luar Negeri Qatar dan Uni Emirat Arab juga terlibat dalam upaya diplomatik untuk menangani krisis politik di Mesir dan dilaporkan sudah bertemu dengan para pemimpin Al Ikhwan al Muslimun, demikian dikutip BBC.
William Burns, bertemu tokoh Ikhwanul Muslimin yang meringkuk dalam penjara, setelah berbicara dengan para pejabat pemerintah sementara Mesir. Senator Lindsey Graham dan John McCain juga akan menemui para pemimpin militer Mesir.
Burns bertemu dengan Khairat el-Shater, wakil ketua Al Ikhwan al Muslimun yang mendukung kembalinya Mohammad Mursi ke jabatan. Menurut kantor berita Associated Press, pertemuan dilakukan di penjara.
Amerika Serikat mendesak agar semua pihak di Mesir menghentikan kekerasan dan bersama-sama membentuk pemerintah transisi yang mewakili semua pihak.
Berembuk dengan ulama
Sementara itu, Panglima militer Mesir Abdul Fattah al-Sisi pada Jumat malam bertemu dengan para pemimpin Islam dalam usaha menyelesaikan kemelut di negara itu.
Sisi bertemu dengan beberapa wakil dari gerakan Islam dan menegaskan bahwa ada peluang bagi penyelesaian kemelut itu asalkan semua pihak menolak kekerasan, kata juru bicara militer Kolonel Ahmed Aly seperti dikutip AFP.
Hingga hari ini, pendukung Mohammad Mursy tetap setia melakukan unjuk rasa besar-besaran selama lebih dari sebulan. Pihak berwenang berulangkali menyerukan agar mereka pulang.
Pendukung Mursy menganggap penggulingan oleh militer pada 3 Juli sebagai satu pelanggaran terhadap demokrasi dan menegaskan bahwa mereka tidak akan berhenti melakukan unjuk rasa sampai kekuasaan Mursy dipulihkan.
“Kami menegaskan akan menyetujui setiap solusi politik yang diusulkan atas dasar legitimasi konstitusional dan menolak kudeta,” kata pernyataan Partai Kebebasan dan Keadilan, sayap politik Al Ikhwan al Muslimun.*