Hidayatullah.com—Perdana menteri sementara Mesir mengajukan usul agar organisasi Al-Ikhwan al-Muslimun dibubarkan dan dilarang eksistensinya, Sabtu (17/8/2013).
Menyusul kemarahan di semua pihak, tanpa ada tanda-tanda kompromi akan dicapai, Perdana Menteri Hazem al-Beblawi mengajukan pembubaran Al-Ikhwan.
“Sekarang usulan itu sedang dipelajari,” kata jurubicara pemerintah sementara Mesir Sherif Shawky dikutip Al-Arabiya.
Tahun 1954 pemerintah militer Mesir secara resmi melarang organisasi Al-Ikhwan al-Muslimun. Akibatnya, organisasi yang dibentuk tahun 1928 tersebut banyak bergerak di bawah tanah. Namun pada bulan Maret lalu, mereka mendaftarkan diri sebagai lembaga swadaya masyarakat, menyusul adanya tuntutan hukum yang diajukan ke pengadilan oleh berbagai kelompok penentang yang mempermasalahkan legalitas Al-Ikhwan.
Di tahun 2011 Al-Ikhwan mendirikan Partai Kebebasan dan Keadilan sebagai kendaraan politiknya, setelah dilengsengkarnya rezim Husni Mubarak oleh militer atas desakan rakyat.
Partai Kebebasan dan Keadilan menjadi pemenang dalam pemilu legislatif pertama pascarezim Mubarak dan tokohnya, Muhammad Mursy, terpilih menjadi presiden dalam pemilu tahun 2012.
Sebagian orang menilai kemenangan partai dan tokoh Al-Ikhwan dalam pemilu di Mesir usai rezim diktator Husni Mubarak tumbang menyiratkan kebangkitan kekuatan Islam. Namun, tidak sedikit orang berpendapat bahwa kemenangan Al-Ikhwan di kancah politik semata-mata karena rakyat Mesir tidak ingin kroni-kroni dan bekas pejabat era Mubarak berkuasa dan duduk kembali dalam pemerintahan.
Akhir Juni 2013 genap satu tahun pemerintahan Mursy. Rakyat menyambutnya dengan demonstrasi menuntut pengunduran dirinya. Lalu pada 3 Juli 2012 militer mendesak Mursy meletakkan jabatan.*