Hidayatullah.com—Menteri Luar Negeri Amerika Serikat John Kerry mengkritik sikap ngotot Israel yang ingin agar Palestina secara terbuka mengakui Israel sebagai negara Yahudi.
Hari Kamis (15/3/2014) Kerry mengatakan bahwa pengakuan itu telah dibuat dalam bentuk resolusi PBB dan oleh mendiang presiden Palestina Yasser Arafat, dan adalah sebuah kesalahan apabila Israel terus bersikukuh akan hal itu sebagai syarat pembicaraan damai kedua pihak.
“Negara Yahudi telah dinyatakan dalam Resolusi (PBB) 181 tahun 1947 di mana ada lebih dari 40– 30 penyebutan ‘negara Yahudi’,” kata Kerry saat berbicara di depan Kongres.
“Selain itu, ketua (presiden, red) Arafat pada 1988 dan lagi pada 2004 menegaskan bahwa dia setuju itu (Israel) menjadi sebuah negara Yahudi,” kata Kerry seraya menambahkan bahwa masih banyak lagi penyebutan tentang negara Yahudi.
“Menurut saya adalah sebuah kesalahan jika sebagian orang memunculkannya lagi dan lagi …, dan kami sudah benar-benar membuat masalah itu jelas,” kata Kerry saat berbicara dalam pertemuan pembahasan anggaran Departemen Luar Negeri AS dengan anggota parlemen.
Dilansir AFP, hari Jumat (14/3/2014) radio publik Israel menyiarkan komentar Kerry tersebut, diikuti dengan rekaman yang katanya suara Yasser Arafat ketika bicara tentang keputusan Palestinian National Council (PNC) tahun 1988.
“PNC telah menerima dua negara, negara Palestina dan negara Yahudi,” kata Arafat dalam bahasa Inggris.
Belum ada tanggapan resmi Israel tentang komentar Kerry tersebut. Namun seorang sumber politik yang tidak disebutkan identitasnya mengatakan bahwa “mudah bagi Amerika untuk menekan Israel agar menyerah dari tuntutan pengakuan negara Yahudi dalam perundingan dengan Palestina.”
Setelah menggelar pertemuan yang dipimpin Presiden Palestina Mahmud Abbas pada hari Rabu kemarin, Komite Eksekutif PLO (Palestinian Liberation Organization) –yang dulu dipimpin Yasser Arafat– tidak bersedia memberi pengakuan kepada Israel sebagai negara Yahudi, sebab hal itu akan menghalangi orang-orang Palestina yang tinggal di luar negeri atau menjadi pengungsi pulang kembali ke tanah air mereka.*