Hidayatullah.com–Komite Perlindungan Jurnalis (CPJ) menyatakan, pemerintahan sementara Mesir telah menahan lebih dari 60 wartawan sejak Juli tahun lalu. 12 orang di antaranya saat ini masih berada di balik jeruji penjara.
Pekan lalu, dua wartawan yang bekerja untuk website Freedom and Justice News Gate, Ahmad al-Ajos dan Abdul Rahman Shaheen, ditangkap aparat berwajib negara itu.
Keduanya dituduh memicu dan terlibat dalam aksi protes belum lama ini.
Website tempat mereka bekerja itu dinilai memiliki hubungan dengan Al Ikhwan al Muslimun, partai pemenang Pemilu demokratis pertama di negara itu yang kini justru dinyatakan sebagai organisasi terlarang oleh pemerintah dukungan militer.
Wartawan asal Australia Peter Greste pekan lalu kembali dihadapkan ke pengadilan dan permintaan tahanan luar lagi-lagi ditolak oleh pengadilan.
“Jika pemerintah Mesir serius mempersiapkan pilpres yang bebas dan adil, seharusnya mereka menghentikan pemberangusan kebebasan pers dan membebaskan semua jurnalis yang dipenjara,” kata Sherif Mansour, Koordinator CPJ untuk Timur Tengah, dikutip laman Radio ABC Australia.
CPJ menuduh pemerintah Mesir menyalahgunakan hukum untuk melecehkan dan memenjarakan wartawan.
CPJ menyebutkan tiga wartawan didakwa bulan lalu dengan tuduhan “menyebarkan informasi palsu” dan “menyebarkan kekacauan”. Ketiganya telah dipenjara sejak Agustus tahun lalu.
Namun, setidaknya, ketiga jurnalis itu bisa disebut beruntung, karena ada dakwaan resmi.
Wartawan lainnya, Abdullah El-Shamy yang bekerja untuk Aljazeera, tidak memiliki “keistimewaan” didakwa secara resmi.
Ia dipenjarakan sejak Agustus tahun lalu, ketika meliput pembasmian pendukung Ikhwanul Muslimin oleh tentara di Masjid Rabaa Al Adawiya.
El-Shamy telah melakukan aksi mogok makan hampir tiga bulan ini, dan kini istrinya Gehad Khaled juga melakukan aksi serupa sebagai bentuk solidaritas atas nasib suaminya.
Keluarga El-Shamy menyatakan kesehatan wartawan ini kian menurun dan ia telah kehilangan 30 kg berat badannya.
Pihak keluarga menuntut agar El-Shamy dilepaskan dari penjara.
Dari kasus wartawan asal Australia, Greste, tampaknya pemerintah Mesir tidak terpengaruh oleh tekanan internasional.
Peradilan atas Greste terus berlanjut tanpa diketahui kapan akan berakhir. Sidang berikutnya dijadwalkan 22 April mendatang.
Jaksa penuntut dalam kasus ini mengajukan bukti-bukti yang justru tidak terkait dengan terdakwa.
Dalam persidangan pekan lalu misalnya, jaksa mengajukan tayangan dari Sky News Arabia, bukannya tayangan Aljazeera, tempat Greste bekerja.*