Hidayatullah.com–Muhamad Fahmy, warganegara Kanada dan Mesir, salah satu dari empat jurnalis Aljazeera di penjara Mesir, telah menerima “Press Freedom Award”
Fahmy menerima penghargaan sebelum sesi ketujuh sidang pada Sabtu pekan lalu atas kontribusinya terhadap dunia pers.
Dia dinilai berjasa dalam mempromosikan World Press Freedom Day yang diprakarsai UNESCO dan diperingati setiap 3 Mei.
Komite Kanada untuk Kebebasan Pers Dunia telah menominasikan mantan wartawan CNN itu untuk menerima “Press Freedom Award” sebagai pengakuan atas perjuangannya demi kebebasan berbicara sejak ditahan bersama dua rekannya di akhir Desember tahun lalu.
Kepala biro Aljazeera siaran Bahasa Inggris di Kairo itu telah menyumbangkan uang hadiah itu sejumlah C$2,000 (£1,100) kepada keluarga seorang wartawan Mesir, Mayada Ashraf, yang ditembak mati dalam keadaan yang tidak dapat dijelaskan pada saat terjadi demonstasi bulan lalu.
Aljazeera telah memperoleh surat yang ia tulis dengan tangan yang diselundupkan keluar dari penjara Tora. Di dalam suratnya, ia mengucapkan terima kasih kepada hakim yang mengadilinya atas penghargaan yang diterimanya itu dan kepada semua orang yang telah berkampanye demi pembebasannya.
Fahmy menulis, tuduhan terhadap mereka tidak masuk akal. Dia menyatakan sekadar melakukan tugas yang ia cintai.
“Bagian penting dari pembelaan kami adalah meyakinkan hakim akan integritas profesional kami, untuk membuktikan kepadanya bahwa kami adalah wartawan yang berjuang demi kebenaran, dan bukan agen teror,” ujarnya dikutip Aljazeera.
“Untuk membungkam saya dan rekan-rekan saya dengan dalih kami adalah ancaman bagi keamanan nasional dan anggota sebuah organisasi teroris. Ini adalah pelecehan bagi kecerdasan rakyat Mesir dan bagi demokrasi yang dipromosikan dalam konstitusi yang baru disahkan,” lanjutnya.
Menanggapi pertanyaan tentang apakah benar-benar terjadi aksi mogok makan di penjara Tora, Fahmy menulis, “puluhan tahanan yang melakukan aksi mogok makan yang bisa mengancam jiwa mereka adalah orang-orang terhormat yang tidak memiliki cara lain untuk mengekspos perlakuan buruk yang mereka terima dalam penjara.”
Fahmy menyebut penahanan Al-Shamy, koresponden Aljazeera Arab, yang melakukan aksi mogok makan sejak 21 Januari, yang telah ditahan selama hampir sembilan bulan tanpa pengadilan sebagai pelanggaran HAM.
Dia bersama dengan staf Aljazeera lainnya, Peter Greste – warga negara Australia mantan wartawan BBC – dan Baher Muhamad, produser lokal, menghadapi tuduhan mencoreng nama baik Mesir, menyebarkan berita palsu dan menjadi anggota atau membantu Al Ikhwan al Muslimun, kelompok Islam yang telah ditetapkan sebagai “kelompok teroris” oleh pemerintah saat ini.
Hingga di Hari Kebebasan Pers Dunia itu, Peter Greste, Baher Muhamad, dan Muhamad Fahmy telah dipenjara selama 126 hari. Al-Shamy telah dipenjara selama sembilan bulan dan aksi mogok makannya telah memasuki hari ke-103.
Dalam sidang hari Sabtu itu yang bertepatan dengan Hari Kebebasan Pers Dunia, sang hakim mencoba memberikan ucapan selamat Hari Kebebasan Pers Dunia kepada mereka bertiga, tapi kemudian menolak jaminan yang mereka ajukan. Setelah mendengar keterangan singkat dari mereka, hakim menunda pengadilan hingga 15 Mei.
Di pengadilan itu, Al-Shamy juga muncul dalam keadaan lemah bersama dengan puluhan tahanan demonstran pendukung Mursi. Dia berteriak kepada wartawan, ia telah kehilangan berat badan 35 kg dan otoritas penjara masih menolak memberinya bantuan medis, bahkan tidak mengakui aksi mogok makannya.
Sementara itu, Aljazeera menolak semua tuduhan atas para stafnya itu.
Al-Anstey, Direktur Aljazeera edisi English mengatakan seperti dikutip Aljazeera English mengatakan, “Muhamad Fahmy, Baher Muhamad, dan Peter Greste kini telah berada di balik jeruji di Mesir selama 100 hari hanya karena melakukan pekerjaan mereka, dan untuk melaksanakan jurnalisme kualitas tingkat tinggi.”
“Tuduhan atas mereka adalah palsu dan tidak berdasar, sehingga tidak ada pembenaran apa pun atas penahanan para wartawan yang tak bersalah itu dalam jangka waktu yang keterlaluan. Kami terus menyerukan agar mereka segera dibebaskan termasuk rekan kami dari Aljazeera Arab, Abdullah Al-Shamy, yang telah di berada balik jeruji selama 236 hari,” lanjutnya.
Aljazeera juga mendesak pemerintah Mesir untuk memanfaatkan Hari Kebebasan Pers Dunia untuk membebaskan para wartawannya.*