Hidayatullah.com–Parlemen Libya hasil pemilhan umum, Dewan Perwakilan, telah meminta Abdullah Al-Thinni untuk membentuk pemerintahan sementara yang baru, di tengah-tengah perpecahan politik dan kekerasan bersenjata di negara itu.
“Dewan Perwakilan hari ini telah menunjuk kembali Thinni sebagai perdana menteri, memintanya untuk membentuk pemerintahan darurat dalam waktu tidak kurang dari dua pekan,” kata seorang jurubicara Senin (1/9/2014) dikutip Aljazeera.
Tindakan itu diambil setelah pemerintah –yang dipimpin Thinni dan belum lama ini mengundurkan diri sebagai perdana menteri– mengatakan kehilangan kendali atas sebagian besar kementerian dan institusi-institusi pemerintah yang berada di Tripoli setelah kelompok bersenjata mengambilalih ibukota.
Bulan lalu, para pejabat senior dan anggota parlemen yang terpilih (Dewan Perwakilan) pindah ke kota Tobruk di bagian timur Libya, setelah aliansi sejumlah kelompok bersenjata yang dipimpin oleh milisi dari kota Misrata mengambilalih Tripoli, setelah mengusir kelompok bersenjata saingannya.
Seluruh kementerian, bank sentral dan perusahaan minyak milik negara National Oil Corp (NOC) terletak di ibukota Tripoli.
Thinni ditunjuk menjadi perdana menteri Libya sejak bulan Maret 2014, namun posisinya digugat oleh parlemen tandingan yang menolak mengakui Dewan Perwakilan.
Sebagaimana diketahui sebelum Dewan Perwakilan ada, parlemen Libya bernama Kongres Umum Nasional (GNC), yang dibentuk setelah rezim Qadhafi digulingkan dan mendapat dukungan negara-negara Barat yang menyokong para pemberontak mendongkel kekuasaan Qadhafi. GNC, yang sebenarnya dibentuk sebagai parlemen masa transisi, bulan Juni lalu digantikan oleh Dewan Perwakilan yang anggotanya dipilih lewat pemilu. Namun, seiring dengan perebutan pengaruh dan kekuasaan yang terus berlangsung di Libya pascarezim Qadhafi, GNC yang seharusnya sudah bubar dihidupkan kembali oleh kelompok-kelompok yang menentang pemerintahan Libya saat ini dan Dewan Perwakilan. GNC menunjuk Omar Al-Hassi sebagai perdana menterinya.*