Hidayatullah.com–Fithra Faisal, staf pengajar perdagangan internasional Universitas Indonesia (UI), berpendapat Indonesia mungkin akan condong berpihak ke China dan Jepang.
“Bisa kita lihat menteri-menteri dalam tim ekonomi pemerintahan Presiden Joko Widodo sangat dekat dengan Jepang dan China. Meski demikian, Indonesia tidak mesti mengikuti FTAAP atau TPP. Kita bisa memperkuat, misalnya, ASEAN +3,” kata Fithra dikutip BBC Indonesia, Jerome Wirawan.
Sementara itu, analis lainnya menyarankan Indonesia harus memainkan diplomasi yang cantik agar tidak tampak berpihak ke salah satu kubu.
“Indonesia harus bisa memainkan diplomasi yang cantik. Indonesia tentu tidak mau merugikan kepentingan nasionalnya dengan menguntungkan salah satu pihak dan merugikan pihak yang lain mengingat Indonesia bersahabat baik dengan keduanya. Dengan demikian, Indonesia harus mencari jalan tengah. Lagipula, di kawasan Asia Pasifik, ada forum yang melibatkan baik China maupun AS,” kata peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Ganewati Wuryandari.
Seperti diketahui, kehadiran Jokowi dalam forum Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC) di Beijing merupakan kiprah pertamanya dalam sebuah forum internasional.
Namun, di tengah euforia tersebut, ada tantangan besar yang diemban Presiden Jokowi. Pendekatan ke Tiongkok sudah terlihat sebelum dan sesaat setelah Jokowi terpilih menjadi presiden.
Sebelum berangkat ke China, para menteri Jokowi sudah menanda tangani Memorandum Of Undestanding (MoU) dengan perusahaan China. Diantaranya MoU PT Kereta Api Indonesia (KAI) dengan China International Fund (CIF).
Banyak analis memperkirakan, Jokowi dimungkinkan akan melakukan pertemuan dengan jejaring China Connection di sela – sela KTT APEC di Ibu Kota China, Beijing.
Sejak tiba di ibu kota China, Beijing, pada Sabtu 8 November lalu, Presiden Jokowi telah menghadiri berbagai acara, termasuk bertemu dengan Presiden Amerika Serikat Barack Obama.
Dalam pertemuan itu, Obama mengaku Indonesia memainkan peranan penting di kawasan Asia Tenggara.*