Hidayatullah.com–Dalam wawancaranya terbaru, Wakil Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengatakan bila dirinya adalah seorang teman baik dan setia bagi Israel selama 30 tahun.Ia bahkan mengatakan, dirinya tak akan pernah meninggalkan Israel.
“Kami tidak akan pernah meninggalkan Israel, “ demikian ungkap Biden saat sambutan pertemuan di sebuah Yayasan Yahudi Amerika Utara sebagaimana dikutip CNN.
“Saya berkata ‘Bibi saya tidak setuju dengan sesuatu yang kamu katakan tapi aku menyayangi, “ demikian pengakuan Wakil Presiden Amerika ini dalam wawancaranya dengan CNN, Senin (10/11/2014). Bibi adalah panggilan PM ‘Israel’ Benyamin Netanyahu.
Menurutnya, penjajah Israel tidak memiliki teman lain sebagaimana kesetiaan Amerika Serikat (AS). Bahkan menurutnya, Presiden Obama telah bertemu dengan Netanyahu lebih dari yang dilakukan banyak pemimpin dunia.
“Sebagaimana teman dekat, kita berbicara jujur dengan satu sama lain.Kami mencintai satu sama lain dan membuat gila satu sama lain,” ujarnya. “Begitulah yang dilakukan teman. Tidak pernah ada dusta di sini. Kami saling terbuka satu sama lain,” ujar Biden.
Biden melanjutkan pernyataan-pernyataannya mengungkapkan tentang “kewajiban moral” Amerika Serikat (AS) untuk membantu penjajah Israel.
“Ayah saya menegaskan, saya tidak perlu menjadi seorang Yahudi untuk menjadi seorang Zionis. Israel sangat penting artinya untuk keamanan Yahudi di seluruh dunia,” katanya. “Dan sebuah negara Palestina. Masing-masing mendapatkan keamanan, dapat menentukan nasib sendiri dan saling mengakui.”
Komentar ini dinyatakan dua minggu setelah seorang pejabat Gedung Putih menyatakan Netanyahu sebagai “pengecut,” mengekspresikan frustrasi Presiden Barack Obama dengan pemimpin Israel.
Namun Sekretaris Pers Gedung Putih Josh Earnest menepis komentar tersebut.
Menurut Earnest, komentar itu tidak mencerminkan posisi Amerika Serikat, dan mereka tidak mencerminkan pandangan pribadi dari presiden Amerika Serikat,” kata Earnest.
Tak lama kemudian, Menteri Luar Negeri John Kerry menghubungi Netanyahu untuk meminta maaf.
“Kami mengutuk siapa saja yang menggunakan bahasa seperti yang telah digunakan dalam artikel ini,” kata Kerry. “Hal ini memalukan, tidak dapat diterima, dan merusak hubungan kedua negara.” *