Hidayatullah.com—Kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa utuk urusan hak asasi manusia mengatakan ‘sangat terganggu’ dengan hukuman mati yang diberikan oleh sebuah pengadilan di Tripoli kepada Saif Al-Islam, putra mendiang pemimpin Libya Muammar Qadhafi, lapor Euronews.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, hari Selasa (28/7/2015) Saif divonis hukuman mati oleh sebuah pengadilan di Tripoli. Dia tidak hadir di ruang persidangan guna mendengarkan putusannya. Saif memberikan kesaksian lewat sambungan video, karena masih berada dalam tawanan kelompok bersenjata di Zintan sejak 2011.
Pakar-pakar hukum dan aktivis peduli HAM mengatakan proses hukum yang dijalani Saif sejak awal dicemari oleh masalah politik.
Human Rights Watch yang berbasis di New York mengatakan tim pengacara Saif tidak mendapatkan akses yang penuh dan cukup untuk mempelajari berkas perkara. Mereka juga beberapa kali tidak bisa bertemu dengan kliennya secara pribadi. Bahkan dua pengacara menyatakan mundur karena menerima sejumlah ancaman.
Menyusul kabar tentang vonis mati atas Saif dan sejumlah bekas pejabat era Qadhafi itu, kantor urusan HAM PBB memberikan komentar.
“Kami memantau dengan seksama penahanan dan proses persidangannya dan menemukan bahwa standar-standar internasional untuk sebuah peradilan yang layak tidak terpenuhi,” kata kantor HAM PBB dalam pernyataannya.
Kantor HAM PBB menyebut bahwa pengadilan tidak berhasil menunjukkan dengan sejelas-jelasnya tindakan kriminal apa yang sesungguhnya dilakukan terdakwa yang memang harus dipertanggungjawabkannya. Terdakwa juga tidak mendapat akses yang cukup untuk berhubungan dengan pengacara. Terdapat pengaduan bahwa terdakwa diperlakukan tidak baik, serta persidangan-persidangannya dilakukan secara in absentia.
Amnesti Internasional ikut bersuara lewat akunya di Twitter, dengan mengatakan proses pengadilan yang cacat atas pejabat-pejabat era Qadhafi menghasilkan hukuman mati yang mengerikan.*