Hidayatullah.com–Menteri Luar Negeri (Menlu) Amerika Serikat (AS), John Kerry mengatakan hari Senin (19/10/2015) pemimpin Israel dan Palestina minta memperjelas status kompleks Masjidil Aqsha di Yerusalem untuk membantu mengakhiri pertumpahan darah dan pemulihan stabilitas di daerah konflik tersebut.
Kerry sedang mempersiapkan pertemuan dengan PM Benjamin Netanyahu di Jerman dan kemudian dengan Presiden Palestina, Mahmud Abbas dan Raja Abdullah dari Yordania, kemungkinan di Amman, juga menolak permintaan Prancis di PBB untuk kehadiran pengamat internasional di situs suci tersebut.
Kerry dijadwalkan akan bertemu dengan para pemimpin dari Rusia, Turki, Arab Saudi dan Yordania minggu ini untuk membahas opsi-opsi guna memulai kembali proses penyelesaian politik untuk situasi di Palestina dan Suriah.
Israel menghubungi Dubes Prancis hari Senin untuk memperjelas oposisinya mengenai ide tersebut, sebut salah satu jurubicara Kemenlu AS dikutip Jerusalem Post.
“Israel paham pentingnya status quo dan… sasaran kami adalah meyakinkan semua orang paham apa itu maksudnya,” kata Kerry pada sebuah konferensi pers di Madrid.
Netanyahu telah mengatakan bahwa pemerintahnya berkomitmen untuk mempertahankan status quo komplek Masjidil Al-Aqsa.
“Kami tidak mencari perubahan baru atau orang luar untuk masuk, saya pikir Israel atau Yordania tidak menginginkan itu dan kami juga tidak mengajukan hal tersebut,” katanya. “Yang kami butuhkan adalah kejelasan”.
Israel telah mengerahkan pasukan di dalam dan sekitar wilayah Yerusalem dan mendirikan penghalang jalan di wilayah Palestina di bagian timur Yerusalem guna mencoba menghentikan pecahnya serangan Intifada al-Quds oleh para pemuda Palestina sejak tahun 2000-2005.
Sebagaimana biasa, Kerry mengatakan penjajah Israel memiliki hak melindungi warga negaranya dari tindak ‘kekerasan’. Netanyahu juga telah memberitahunya bahwa ia berkomitmen untuk mempertahankan status quo Al-Aqsha, tambahnya.
“Saya tidak punya harapan khusus kecuali untuk mencoba untuk bergerak maju,” ucap Kerry mengenai pertemuannya akan datang.
“Itu tergantung percakapan mereka sendiri untuk menentukan langkah-langkah apa yang diambil sehingga orang paham bahwa para pemimpin sedang melakukan tugasnya dan berupaya memecahkan konflik ini.”
Beberapa pejabat AS dan Israel mengatakan bahwa sekarang bukanlah waktu untuk berdiplomasi, tapi Kerry menekankan bahwa keamanan dan diplomasi harus berjalan beriringan.
“Tidak ada waktu untuk yang satu kemudian yang lain. Ada kepentingan di kedua belah pihak.”
Ia juga mengatakan akan menemui beberapa rekan dari Turki, Arab Saudi, Yordania, dan Rusia di Eropa untuk menyelidiki “pilihan nyata dan riil” untuk transisi politik yang damai di Suriah, yang ketegangan perang sipil di sana menegang dengan intervensi Rusia pada akhir bulan lalu untuk mendukung pemerintahan Damaskus melawan pemberontakan.
Sehubungan dengan maraknya perlawanan di Palestina, Netanyahu telah membatalkan kunjunganya ke Ibu Kota Berlin.
Setelah pertemuanya dengan Kerry, Netanyahu akan bertolak ke Jordania dan akan bertemu dengan presiden Otoritas Palestina dukungan Israel, Mahmud Abbas serta raja Jordania, pangeran Abdullah 2 dalam upayanya membatasi Intifada di Al-Quds dan Tepi Barat terjajah.
Seperti biasanya, Amerika dan Negara Barat lain tak akan punya agenda apa-apa –apalagi agenda terbaru penyelesaian solusi– kecuali hanya mempertahankan penjajah Israel.
Obama, PBB atau siapapun, hanya akan mengajak ‘perundingan damai’ dengan arti, memberi keluasaan luas penjajah merampas Masjidil Aqsha dan wilayah Palestina sementara melarang penduduk Palestina membalas.*/Karina Chaffinch