Hidayatullah.com–Presiden Gambia, Yahya Jammeh, telah memproklamirkan negaranya yang sebelumnya sekuler menjadi Republik Islam. Presiden Jammeh juga menyatakan negaranya akan bergabung dalam barisan Negara Islam lain.
Menurutnya, Gambia tidak bisa mempertahankan identitas negara sekuler warisan rezim kolonial terdahulu yang umumnya ditinggalkan di negara-negara Afrika Barat.
Gambia menyatakan keluar dari kelompok Negara-Negara Persemakmuran Inggris pada tahun 2013 dan pernah mengatakan “tidak akan pernah menjadi anggota suatu lembaga neo-kolonial apapun.”
Meski memilih menjadi Negara Islam, Gambia mengatakan akan tetap menghargai keyakinan lain penduduk. Menurut Jammeh, warga yang memiliki keyakinan lain masih akan tetap bisa menjalankan aktivitasnya.tetapi dia ingin menghapus warisan yang berupa kolonialisme.
“Sejalan dengan identitas dan nilai-nilai relijius negara saya memploklamirkan Gambia sebagai Negara Islam,” kata Jammeh di stasiun televisi milik Negara itu dikutip laman theguardian.com, Sabtu (12/12/2015).
“Sebagai negara yang mayoritasnya Muslim, Gambia tidak memperbolehkan untuk melanjutkan warisan kolonial,” tambahnya.
Gambia memiliki populasi sekitar 1,8 juta jiwa mayoritas Muslim.
Meski Negara Afrika Barat ini dikenal sebagai tujuan wisata masyarakat Eropa karena keindahan pantainya. Hubungannya dengan Inggris dan negara-negara Eropa lain memburuk dalam beberapa tahun terakhir.
Yahya Jammeh dikenal seorang orator animasi yang telah mendapatkan reputasi di negaranya setelah berkuasa selama 21 tahun. Dia membuat gebrakan pada tahun 2013 dengan menyatakan Gambia keluar dari Negara Persemakmuran Inggris yang dia sebut sebagai neo-kolonial. [Baca: Tolak Neo-Kolonialisme, Gambia Keluar dari Persemakmuran Inggris]
Jammeh, yang berkuasa setelah kudeta berdarah tahun 1994, memang dikenal dengan kebiasaannya yang eksentrik. Tahun 2007, ia pernah mengumumkan bahwa dia bisa menyembuhkan HIV-AIDS dalam waktu tiga hari dengan ramuan rempah-rempah rahasia.
Pada November Yahya Jammeh mengumumkan akan mencabut hukum khitan bagi wanita setelah desakan internasional. Bagaimanapun para aktivis mengatakan desakan internasional dibutuhkan untuk mendorong presiden agar merealisasikan pernyataanya, menjadi undang-undang.
Tahun 2013, Gambia pernah menetapkan empat hari kerja bagi para pegawai negeri sipil, dengan menambah hari Jumat sebagai hari libur.
Yahya Jammeh mengatakan tambahan jam libur akan membuat warga Gambia yang kebanyakan Muslim memiliki lebih banyak waktu untuk beribadah, bersosialisasi dan bercocok tanam.
Selain itu, sekolah negeri juga tutup pada hari Jumat, tetapi dibebaskan untuk masuk lagi di hari Sabtu untuk mengganti hari yang hilang.
Belum lama ini ia menjadi sorotan negara Barat karena sikapnya yang keras kepada kaum homoseksual dan LGBT.
Yahya Jammeh pernah mengancam akan menghukum mati seluruh homoseksual di negaranya jika tertangkap. Ia bahkan mewujudkan nya undang-undang kriminalisasi kaum homo.
Diberitakan RT.com, ancaman ini disampaikan oleh Presiden Yahya Jammeh dari Gambia saat berpidato di hadapan rakyatnya, Rabu (13/5). “Jika kau melakukannya (di Gambia) Saya akan menggorok lehermu,” kata Jammeh dalam bahasa Wolof.*/Nashirul Haq AR