Hidayatullah.com—Pemerintah Gambia telah melarang musik, tabuh-tabuhan dan joget selama bulan suci Ramadhan, dan karena takut diciduk warga mematuhi peraturan itu, kata polisi.
Warga di negara kecil di bagian barat Afrika itu diminta melaporkan siapa saja yang melakukan aktivitas-aktivitas terlarang itu selama bulan puasa ke pihak berwenang, kata seorang juru bicara pemerintah hari Senin (13/6/2016).
“Warga mematuhi polisi dalam hal larangan tabuh-tabuhan dan joget selama bulan Ramadhan ini, sehingga sejauh ini belum ada satu pun orang yang ditangkap polisi karena melanggar,” kata juru bicara kepolisian Lamin Njie kepada AFP seperti dilansir Aljazeera.
Sebuah pernyataan dari kepolisian yang dirilis pekan lalu menyebutkan bahwa segala macam acara yang melibatkan musik, tabuh-tabuhan dan joget dilarang bagi siang maupun malam hari. Siapapun yang melanggar akan berhadapan dengan hukum tanpa kompromi.
Gambia adalah negara kecil di Afrika bagian barat bekas koloni Inggris. Negara itu memiliki populasi hampir 2 juta, dengan 90 persen Muslim, 8 persen Kristiani dan 2 persen penganut kepercayaan lokal.
Presiden Yahya Jammeh, 50, seorang perwira militer dan bekas pegulat, memegang kekuasaan di negara itu sejak kudeta 1994. Pada bulan Desember 2015 dia menyatakan bahwa Gambia menjadi sebuah negara Islam. Namun, dia menegaskan bahwa hak-hak warga Kristen dan minoritas akan dihormati, dan wanita tidak akan ditangkap karena aturan berpakaian.
Selama berkuasa, Jammeh mengeluarkan sejumlah keputusan dan pernyataan yang dianggap sebagian kalangan kontroversial. Seperti beberapa negara di Afrika lainnya, pemerintahan Jammeh bersikap keras terhadap homoseksualitas.*