Hidayatullah.com–Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, mengatakan pihaknya memberlakukan keadaan darurat selama tiga bulan, menyusul kudeta militer yang gagal pekan lalu.
Dalam pidato nasional yang disiarkan televisi Rabu (20/07/2017) malam waktu setempat, Presiden Erdogan mengatakan keadaan darurat memungkinkan pemerintah mengejar orang-orang yang bertanggung jawab atas kudeta, yang dituduhkan kepada tokoh pendidikan yang kini tinggal di Amerika Serikat (AS), Fethullah Gulen.
Erdogan sebelumnya memperingatkan masih akan ada penangkatan dan pemberhentian ketika aparat keamanan menginterogasi puluhan ribu orang yang ditahan atau diskors, demikian kutip BBC.
Mereka ini berasal dari jajaran militer, PNS, dan lingkungan pendidikan.
Sampai hari ini, mereka yang ditahan termasuk 99 perwira tinggi militer yang sekarang secara resmi dikenai dakwaan.
Larangan ini diberlakukan setelah gagalnya kudeta militer minggu lalu dan saat ini Turki melakukan pembersihan di tubuh pemerintah dengan lebih dari 50.000 orang ditangkap, dipecat, atau diberhentikan sementara.
Pihak berwenang Turki juga melarang semua akademisi pergi ke luar negeri dalam rangka pembersihan pegawai negeri yang dicurigai terkait atas upaya kudeta tersebut.
Dewan itu juga memberitahu universitas-universitas untuk menyuruh para akademisi yang bekerja atau belajar di luar negeri agar pulang ‘sesegera mungkin’.
Sejauh ini sekitar 1.577 dekan, 21.000 guru, dan 15.000 pejabat Kementerian Pendidikan sudah diminta mengundurkan diri.
Seorang pejabat pemerintah mengatakan kepada kantor berita Reuters bahwa larangan akademisi yang pergi ke luar negeri hanya untuk sementara waktu dengan bertujuan mencegah dugaan komplotan pelaku kudeta di universitas-universitas melarikan diri ke luar negeri yang dicurigai terkait dengan Fethullah Gulen.
Pada malam Senin, Erdogan mengatakan pada CNN Internasional bahwa dia akan mensahkan apapun keputusan yang diambil parlemen negara tersebut untuk membawa kembali hukuman mati karena meningkatnya seruan untuk mengeksekusi komplotan pengkudeta.
“Parlemen harus mendiskusikan hal itu dan jika para pemimpin parlemen setuju dan mendiskusikan hal itu maka saya sebagai presiden akan menyetujui keputusan apapun yang berasal dari parlemen,” dia mengatakan.
“Mengapa saya harus menahan mereka dan memberi makan mereka di penjara, untuk bertahun-tahun ke depan?’ Itu yang orang-orang katakan.”
Sementara itu, Perdana Menteri Turki Binali Yildirim pada Selasa memperingatkan mereka yang ingin membalas dendam dan melakukan kekerasan massal buntut dari kudeta gagal yang menarget pemerintahannya.
“Tidak ada satu orangpun dapat memiliki perasaan balas dendam. Hal ini tidak bisa diterima di dalam sebuah negara yang dipimpin oleh aturan hukum,” Yildirim mengatakan, merujuk pada gambar-gambar yang memperlihatkan pendukung pemerintah secara fisik menyerang orang yang diduga pendukung kudeta.
Dia berjanji bahwa siapapun yang melakukan tindakan melawan hukum akan mendapat hukuman. “Hari ini kita harus bersatu,” dia mengatakan, berpidato setelah pertemuan dengan Kemal Kilicdaroglu, pemimpin oposisi Partai Republik Rakyat (CHP).
Yildirim juga mengatakan pada parlemen dia sebenarnya telah mengirim “empat berkas pada Amerika Serikat” dengan bukti Gulen.
Sebelumnya, Tayyip Erdogan, meyakini kemungkinan adanya turut campur negara lain dalam kudeta berdarah pekan lalu. Meski begitu, dalam wawancara dengan Aljazeera, Erdogan menolak untuk menyebutkan nama negara yang dimaksud.*/Nashirul Haq AR