Hidayatullah.com—Sepekan setelah Ethiopia menyatakan negara dalam keadaan darurat, pemerintah mengeluarkan sejumlah peraturan yang berkaitan dengannya, yang dianggap oposisi sebagai upaya untuk membungkam kelompok yang berseberangan dengan penguasa.
Menurut pernyataan yang dirilis Menteri Pertahanan Siraj Fegessa, kepala Pos Komando, lembaga pemerintah yang dibuat untuk mengawasi pelaksanaan keadaan darurat, beberapa pembatasan diberlakukan terkait kondisi darurat saat ini. Termasuk di antaranya, pembatasan bepergian bagi diplomat asing yang tidak boleh melebihi 40km di luar ibukota Addis Ababa, bepergian tanpa izin, serta larangan mengontak kelompok-kelompok yang dinyatakan sebagai teroris. Orang juga dilarang menyaksikan atau mendengarkan siaran dari Oromia Media Network dan Ethiopian Satellite Television and Radio. Selain itu, orang dilarang berkumpul dalam jumlah banyak dan melakukan pertemuan umum tanpa izin. Pada saat yang sama, pasukan keamanan diberikan hak untuk menahan dan menggeledah orang tanpa perintah pengadilan.
Mereka yang melanggar peraturan keadaan darurat itu terancam hukuman penjara tiga sampai lima tahun, lapor Deutsche Welle Ahad (16/10/2016).
Tidak hanya itu, pemerintah juga melakukan blokir akses internet.
Ketegangan yang dialami Ethiopia saat ini bermula dari masalah pencaplokan tanah milik etnis Oromo oleh pemerintah Addis Ababa.
Oromo, kelompok etnis terbesar di Ethiopia, mulai melakukan protes sejak setahun silam, ketika pemerintah berusaha mencaplok sebagian tanah mereka dan memaksa lahan-lahan pertanian yang merupakan sumber pangan negeri itu diubah menjadi kawasan industri.
Tahun lalu ratusan orang kehilangan nyawa dalam upaya menentang kebijakan pemerintah yang dianggap sewenang-wenang itu.
Pada 2 Oktober lalu, lebih dari 50 orang tewas akibat kepanikan massal ketika pasukan keamanan melepaskan tembakan ke arah para demonstran anti-pemerintah saat perayaan keagamaan di Bishoftu, sebelah tenggara ibukota.
Hari Ahad, Yilikal Getnet, ketua Partai Biru yang menjadi oposisi pemerintah, mengatakan Ethiopia tidak membutuhkan keadaan darurat.*