Hidayatullah.com—Pihak berwenang sejak Jumat dini hari (4/11/2016) membersihkan lebih dari 3.000 migran dan pengungsi dari sebuah kamp di bagian timur laut ibukota Paris.
Operasi itu, yang ditujukan untuk melucuti tenda-tenda yang bertebaran di dekat Canal Saint-Martin di bawah jembatan kereta di distrik Stalingrad, berjalan mulus.
Petugas mengumpulkan beberapa ratus pria migran tidak lama sebelum pukul 6 pagi di belakang garis polisi di bagian kamp yang ditempati pendatang asal Afghanistan, lapor Radio France Internationale (RFI).
Bus-bus disiapkan untuk mengangkut mereka pada pagi hari menuju pusat-pusat penampungan di sekitar daerah Ile-de-France.
“Kami mengirim para migran ke pusat-pusat akomodasi lama dan baru dan sementara ke gedung olah raga sampai mereka mendapatkan tempat di penampungan, di mana mereka bisa istirahat, tidur, makan serta membuat aplikasi suaka,” kata Kepala Kepolisian Paris Michel Cadot kepada RFI.
“Prioritas pertama yang dipustuskan oleh presiden republik ini adalah menempatkan mereka di penampungan. Yaitu memperlakukan mereka secara bermartabat. Itulah yang kami lakukan,” imbuhnya.
Kedatangan bus pertama sebelum fajar disambut dengan sorakan suka cita.
“Saya tidak tahu kami akan dibawa ke mana,” kata Khalid, 28. “Yang penting buat saya adalah dapat surat-surat. Saya sudah di sini di tenda selama sebulan. Senang bisa pergi dari sini.”
Aksi pembersihan kawasan timur laut Paris dari kemah-kemah migran itu dilakukan setelah operasi besar serupa pekan lalu dilakukan di “Jungle”, kawasan hijau di dekat pelabuhan Calais yang dijadikan perkemahan oleh migran dan pengungsi.
Sekitar 6.000 orang, kebanyakan asal Afghanistan, Sudan dan Eritrea berkemah dalam kondisi mengenaskan di Jungle.
Sebelumnya kamp bawah jembatan di Paris itu sudah dua kali dibersihkan, pada bulan Juli dan September. Namun, para pendatang asing kembali menempati tempat tersebut dan melebar hingga ke area pejalan kaki. Terakhir diyakini sekitar 3.000 orang migran dan pengungsi tidur di sana, kata sebuah sumber yang dekat dengan operasi tersebut.
“Tidak terjadi kekerasan tetapi jelas mereka tidak membiarkan jurnalis masuk,” kata Helene, seorang sukarelawan yang mengumpulkan tenda-tenda yang ditinggalkan setelah para migran diangkut ke tempat penampungan.
Helene mengatakan kepada RFI bahwa dia rutin datang ke Stalingrad pekan-pekan terakhir, dan menurutnya sebagian orang mungkin akan kembali ke tempat itu.
“Kita tidak pernah benar-benar yakin tentang hal apapun, itu yang menyebalkan. Kita tidak tahu apakah mereka benar-benar akan diurus. Pusat-pusat penerimaan [migran] hanyalah sementara. Kami selalu kesulitan untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi,” imbuhnya.*