Hidayatullah.com—Pentagon mengatakan pihaknya sudah berhasil mendapatkan kesepahaman dengan China yang akan mengembalikan drone bawah air milik Amerika Serikat yang disita di Laut China Selatan.
China menciduk kendaraan tanpa awak itu di perairan internasional hari Kamis lalu (15/12/2016). Pemerintah Beijing tidak menjelaskan mengapa drone tersebut disita dan menuding Amerika Serikat “membesar-besarkan” insiden tersebut.
Pentagon mengatakan bahwa drone laut tesebut, yang dikenal sebagai unmanned underwater vehicle (UUV), digunakan untuk melakukan riset ilmiah ketika diciduk dan menuntut agar benda itu dikembalikan segera. Pentagon juga memperingatkan China agar tidak mengulangi tindakan semacam itu di masa depan.
Namun, pada hari Sabtu (17/12/2016) seorang juru bicara kemudian mengatakan bahwa sebuah kesepakatan telah dicapai.
“Melalui hubungan langsung dengan otoritas China, kami berhasil mencapai kesepahaman bahwa China akan mengembalikan UUV itu kepada Amerika Serikat,” kata jubir Pentagon Peter Cook dalam sebuah pernyataan seperti dilansir BBC.
Kementerian Pertahanan China mengatakan kendaraan tak berawak itu akan dikembalikan dalam “kondisi yang tepat”. Tidak jelas kapan penyerahan barang tersebut akan dilakukan.
Sebuah kapal Angkatan Laut China menyita UUV di perairan 92 kilometer barat daya Subic Bay, dekat Filipina di Laut China Selatan hari Kamis pekan lalu.
Alat itu kemudian diambil dan diperiksa guna menjaga keselamatan kendaraan-kendaraan laut yang melintasi kawasan itu, kata Kementerian Pertahanan China dalam sebuah pernyataannya.
Amerika Serikat mengatakan drone itu dioperasikan oleh kontraktor sipil dan akan ditarik kembali oleh USNS Bowditch, sebuah kapal riset kelautan.
Washington kemudian melayangkan keluhan diplomatik ke China soal insiden itu.
Senator Ben Cardin, petinggi Partai Demokrat di Komite Hubungan Luar Negeri Senat AS, menyebut peryitaan itu sebagai “pelanggaran hukum internasional luar biasa”, sementara senator senior Partai Republik John Cain mengatakan AS seharusnya tidak mentoleransi “tindakan keterlaluan semacam itu”.
Tiongkok sebelumnya mengkritik sikap reaktif Amerika Serikat, yang disebutnya “tidak pantas dan tidak membantu”.
Kritik Beijing itu diutarakan beberapa jam setelah Donald Trump berkicau di Twitter dengan menuduh pemerintah China mencuri drone air milik Amerika Serikat. Trump juga mengundang hujan kritik di dunia maya karena dalam kecamannya salah mengeja kata unprecedented, kesalahan teranyar dari rangkaian kesahalan yang kerap dilakukannya di Twitter. Pengusaha yang memasuki dunia pemerintahan dengan pengalaman politik nol itu sekarang sudah memperbaiki ketikannya tersebut.
Trump sebelum insiden itu sudah membuat China naik pitam dengan berbicara lewat telepon awal bulan ini dengan pemimpin Taiwan, wilayah pulau yang ingin memisahkan diri dari China.
Para pengamat mengatakan penyitaan itu merupakan insiden paling signifikan antara kedua negara sejak 2001, ketika terjadi tabrakan di udara pesawat pengintai AL Amerika Serikat dengan jet tempur China yang mengakibatkan kematian pilot China.
China mengklaim sebagian wilayah di Laut China Selatan sebagai teritorinya, tetapi klaim itu diperselisihkan. Tidak jelas apakah lokasi di mana drone itu disita termasuk wilayah yang diklaim China.
Sebuah wadah pemikir AS beberapa hari lalu melaporkan bahwa citra satelit menunjukkan China telah memasang sejumlah persenjataan di tujuh pulau buatannya di Laut China Selatan, meskipun Washington memprotes hal tersebut.*