Hidayatullah.com—Sekelompok besar migran asal Gambia telah tiba kembali di negara asalnya setelah menempuh perjalanan panjang dan melelahkan menyeberangi Gurun Sahara hanya untuk menemui nasib dipenjara di Libya.
International Organisation of Migration (IOM) dan pemerintah Gambia berhasil membebaskan sekitar 170 orang dari detensi di Libya.
Kebanyakan mereka adalah pria berusia 20-an tahun, migran yang bercita-cita menempuh hidup baru di Eropa.
“Mereka (di Libya) menembaki orang di bagian kaki, menembaki orang di kepala, di mana saja. Mereka memperlakukan kami seperti tidak ada artinya, seperti anjing. Mereka bahkan lebih menghargai seekor anjing daripada orang kulit hitam,” kata Faramou Keita, salah satu migran yang dibebaskan, kepada para reporter seperti dikutip Euronews Rabu (5/4/2017).
“Di sana terdapat hampir dua puluh sembilan penjara. Kemana pun kamu pergi akan bertemu dengan orang kulit hitam. Anda hanya melihat orang kulit hitam di penjara, dipukuli setiap hari, tidak ada makanan, mereka hanya memberimu sedikit makanan sekali setiap hari,” imbuhnya.
Seorang pria lain bernama Moulou Badjie berkata, “Malam ini saya akan merayakan, bersyukur pada Tuhan, sebagian dari teman saya kehilangan nyawanya di depan mata saya, sebagian teman saya terluka, mereka ditembak. Sementara saya, saya tidak mengalami apa-apa, hanya dipukuli, jadi sakitnya sekarang sudah sembuh.”
Masalah arus pengungsi dan migran yang menuju kawasan Mediterania melalui Libya, serta kondisi detensi yang mengenaskan di negara yang kacau balau pascarezim Muammar Qadhafi digulingkan itu, merupakan masalah pelik yang harus di tangani pemerintah-pemerintah dan organisasi-organisasi internasional.*