Hidayatullah.com–Presiden Pemerintah Daerah Kurdistan (KRG) Masoud Barzani bertemu dengan Wakil Presiden Iraq Ayad Allawi dan Osama al-Nujaifi di Sulaimaniyah, Iraq, hari Sabtu untuk melakukan dialog penyelesaian kedua pihak.
Menurut pernyataan yang dirilis kantor Barzani, para pimpinan negara tersebut sepakat memulai dialog antara Erbil dan Baghad untuk mengurangi ketegangan pasca pelaksanaan referendum tidak sah.
Banyak pejabat senior ikut hadir dalam sebuah konferensi yang diadakan di Baghdad termasuk Perdana Menteri Iraq Haider al-Abadi, Presiden Iraq, Muhammad Fuad Masum dan Ketua Parlemen Iraq Salim al-Jabouri dan para eksekutif lainnya.
Mantan PM Pemerintah Daerah Kurdistan (KRG) Barham Salih, yang juga anggota senior Partai Uni Patriotik Kurdistan (PUK), mengatakan warga Kurdi berusaha mendapatkan hak lebih banyak.
“Kurdi berpartisipasi dalam menulis konstitusi Iraq sejak awal dan mendapatkan banyak prestasi, namun beberapa orang Kurdi percaya bahwa hak tersebut tidak inklusif seperti yang mereka harapkan, menyerukan lebih,” kata Salih dikutip laman Kurdistan24.
Barham Salih adalah pernah menjadi Perdana Menteri KRG dari tahun 2009 – 2012 setelah jabatannya sebagai Wakil Perdana Menteri Iraq dari tahun 2006 sampai 2009.
Hari Ahad, Presiden Pemerintah Daerah Kurdi Iraq (KRG), Masoud Barzani, menyerukan dialog dengan pemerintah pusat Iraq untuk menyelesaikan masalah.
“Kami akan berupaya memecahkan masalah dan perbedaan dengan Baghdad melalui dialog,” kata Barzani kepada wartawan, setelah dia meletakkan selimut bunga di makam mantan Presiden Iraq Jalal Talabani.
“Kami berharap kematian Talabani akan menjadi kesempatan untuk menemukan kembali hubungan antara semua partai politik di wilayah Kurdi,” sambungnya, dilansir Anadolu Agency, Ahad (08/10/2017).
Pimpinan Politik Kurdistan-Iraq juga membentuk sebuah dewas menggantikan Dewan Tinggi Referendum bagi Wilayah Kurdistan, setelah Dewan Tinggi mengakhiri misinya, untuk tangani hubungan ke pihak Baghdad pasca-referendum kemerdekaan Wilayah Semi-Otonomi Kurdistan.
Dewan Tinggi Referendum, yang dipimpin oleh Presiden regional Masoud Barzani, menyelenggarakan pertemuan setelah referendum 25 September 2017 dan memutuskan untuk membentuk Pimpinan Politik Kurdistan-Iraq bagi tahap pasca-referendum.
Baca: Wakil Presiden Iraq: Kami Tak Izinkan Terbentuknya Israel Kedua di Iraq Utara
Sebagaimana diketahui, tanggal 25 September 2017, warga yang tinggal di wilayah otonomi KRG dan beberapa wilayah perebutan Baghdad dan Erbil berpartisipasi dalam referendum kemerdekaan.
Mereka juga sepakat untuk berdiskusi dengan agenda terbuka, mencabut sanksi yang diberlakukan terhadap Erbil, dan menggelar pertemuan antara Erbil dan Baghdad sesegera mungkin.
Menurut KRG, hampir 93 persen suara mendukung kemerdekaan KRG dari Iraq.
Referendum tersebut telah mendapat kecaman dari pihak regional maupun internasional, karena dikhawatirkan akan mengganggu perjuangan melawan terorisme dan memicu destabilisasi di kawasan Iraq, tulis Anadolu Agency.
Namun referendum yang didukung Israel tersebut banyak dikritik kalangan internal Iraq dan kalangan internasional, karena dianggap akan mengalihkan perhatian dari perang melawan terorisme Iraq, dan merusak stabilitas kawasan.*