Hidayatullah.com–Telah tiga hari sejak seorang mantan menteri Israel mengatakan ia “bangga” membunuh sebagian besar rakyat Palestina. Ini adalah sebuah pernyataan yang biasanya segera mendapatkan kecaman internasional. Demikian laporan Al Bawaba, Selasa (28/11/2017).
Namun tidak ada apa-apa. Kecuali sedikit situs yang fokus pada Palestina, tidak ada respon dari media, dan tidak ada pula tuntutan permintaan maaf dari para pemimpin sedunia.
Hal ini mengungkap bagaimana para pejabat Israel bisa membanggakan perlakuan buruk mereka dengan memakai impunitas.
Moshe Ya’alon sesumbar pada hari Sabtu bahwa tidak ada anggota Israel parlemen lainnya yang telah bertanggung jawab atas kematian lebih banyak dari pada dia, kantor berita Safa melaporkan.
Ya’alon adalah Menteri Pertahanan Israel dari 2013 sampai 2016, sebuah periode di mana lebih dari 1500 warga sipil Palestina tewas akibat kampanye militer berdarah Israel tahun 2014 di Gaza.
Human Rights Watch menemukan bahwa setidaknya ada tiga kasus di mana Israel menyebabkan jatuhnya “banyak sekali korban sipil akibat pelanggaran hukum perang.” Kelompok-kelompok hak asasi manusia lainnya juga menyatakan hal yang serupa.
Namun Ya’alon belum menjalani proses hukum pidana. Ia tidak hanya lolos dari hukum tapi sekarang ia mampu mengekspresikan di hadapan publik kebanggaannya melakukan pembunuhan tidak sah atas warga sipil tanpa ada konsekuensi.
Demikianlah sikap acuh tak acuh masyarakat internasional terhadap jiwa rakyat Palestina.
Sebagai perbandingan untuk kasus itu di masa sekarang mungkin adalah kasus Rodrigo duterte, Presiden Filipina.
Selain ada kecaman atas perangnya terhadap obat-obatan terlarang yang banyak menumpahkan darah, janjinya untuk membunuh anaknya sendiri dan kebanggaannya membunuh sendiri tiga pria, kasusnya juga telah ‘digoreng’ oleh pers internasional.
Kasus Aung San Suu Kyi juga bisa dijadikan perbandingan. Atas kegagalannya dalam menghentikan apa yang disebut PBB sebagai pembersihan etnis Muslim Rohingya oleh militer Myanmar, dia telah dikutuk secara luas oleh masyarakat internasional.
Berbagai penghargaan, termasuk “Freedom of the City of Oxford” telah dilucuti dari diri Pemenang Hadiah Nobel Perdamaian tersebut.
Dia mengalahkan Donald Trump dalam mendapatkan penghargaan – secara satire – “Islamophobia of The Year” yang dikeluarkan Komisi Hak Asasi Manusia Islam pada hari Ahad.
Baca: Inilah Bahasa Tubuh Trio Penjahat Perang; Netanyahu Lelah, Ya’alon Tak Konsen, Gants Tertekan
Lebih dari itu, Ya’alon mengucapkan selamat sendiri atas kematian “para teroris dan prajurit musuh,” karena ia menyebut rakyat Palestina telah diperbolehkan untuk tewas dalam pantuan radar.
Ini bukan kejadian yang terpisah. Ya’alon sebelumnya mengatakan pada tahun 2002 bahwa rakyat Palestina memiliki “sifat seperti kanker” dan ia “sedang melakukan kemoterapi.”
Sementara itu, pada tahun 2014, anggota parlemen Israel, Ayelet Shaked menyerukan genosida di Facebook, dan ia menyatakan “seluruh rakyat Palestina adalah musuh”. Bukannya dikucilkan, Shaked justru diangkat menjadi Menteri Kehakiman pada tahun berikutnya.
Intifada Elektronik menulis pada saat itu: “Kata-kata yang sangat buruk seperti ini dari para pemimpin Israel ada dampaknya. Dan kata-kata mereka didukung oleh tindakan-tindakan.”*/Abd Mustofa