Hidayatullah.com–Protes anti-rezim di Iran terus berlanjut pada hari Kamis ketika peraih penghargaan Nobel perdamaian asal negara itu yang tinggal di London Nobel Shirin Ebadi muncul untuk mendukung para demonstran. Demikian laporan Arab News, Jum’at (05/01/2018).
“Jika pemerintah tidak mendengarkan Anda selama 38 tahun, maka sekarang abaikan apa yang pemerintah katakan kepada Anda,” kata Ebadi dalam sebuah wawancara seperti dikutip Asharq Al-Awsat, koran saudara Arab News, yang diterbitkan pada hari Kamis.
Dia mengatakan warga Iran harus tetap berada di jalanan, dan konstitusi negara memberi mereka hak untuk protes.
Pada wawancara terpisah dengan Reuters, Ebadi mendesak AS dan masyarakat internasional untuk mendukung protes di seluruh Iran dengan sanksi politik dan bukan langkah-langkah ekonomi yang bisa mengenai masyarakat umum.
Baca: Sudah 21 Tewas dalam Aksi Demontrasi Berdarah di Iran Selama 5 Hari
Beberapa jam kemudian, Washington mengenakan sanksi atas lima perusahaan Iran yang dituduh beroperasi sebagai bagian dari program rudal balistik ilegal Iran.
Menteri keuangan AS Steven Mnuchin menghubungkan tindakan itu dengan protes anti-pemerintah yang berkelanjutan , dengan alasan bahwa Iran harus lebih banyak mengeluarkan dana untuk kesejahteraan masyarakat daripada untuk senjata yang dilarang
“Ketika rakyat Iran menderita, pemerintah mereka dan IRGC (Korps Garda Pengawal Revolusi Iran) mendanai sejumlah kelompok militan dan teroris asing, dan pelanggaran hak asasi manusia,” katanya.
AS juga meminta Dewan keamanan PBB menggelar pertemuan darurat tentang kerusuhan di Iran yang akan diadakan pada hari Jumat, kata sejumlah diplomat.
Di London, kelompok oposisi Iran berkumpul di luar kediaman Perdana Menteri Theresa untuk menyerukan pemerintah Inggris agar mendukung para demonstran di Iran.
Protes-protes di Iran, yang dimulai karena kesulitan ekonomi yang dialami para pemuda dan kelas pekerja, telah berkembang menjadi sebuah pemberontakan yang menentang kekuasaan dan keistimewaan kalangan elit, terutama pemimpin tertinggi Ali Khamenei.
Meskipun rezim Iran meremehkan protes-protes itu, para analis dan tokoh oposisi mengatakan demonstrasi belum reda.
“Jika tidak terjadi apa-apa, pemberontakan itu mendapatkan momentum dan protes-protes itu intensif,” kata Oubai Shahbandar, analis keturunan Suriah-Amerika dan anggota Program Keamanan Internasional New Amerika Foundation kepada Arab News.
“Meskipun Khamenei mendesak untuk meredakan protes anti-rezim itu, rakyat Iran di berbagai kota masih turun ke jalan-jalan,” kata Shahbandar .
Baca: Kepala AB Iran Janji akan Bantu Hentikan Demonsrasi Anti Rezim
“Di puluhan kota masih terjadi bentrokan antara para demonstran yang damai dan pasukan keamanan rezim. Kami bisa mengharapkan protes besar-besaran pada hari Jumat. Rezim ini dalam masalah serius ketika pemberontakan memasuki pekan kedua.”
Shahriar Kia, seorang aktivis hak asasi manusia, analis politik dan anggota People’s Mojahedin Organization of Iran (PMOI) mengatakan kepada Arab News bahwa adalah suatu “kekonyolan” ketika rezim mengklaim bahwa protes-protes itu mereda.
“Rezim ingin mendorong semangat pasukannya yang kehilangan semangat. Itu hanya angan-angan,” katanya.
“Meskipun rezim melakukan kebrutalan, protes terus berlanjut dan pada hari ini, kami menerima laporan protes dari seluruh Iran,” katanya. “Rakyat Iran bertekad untuk terus melanjutkan protes dengan maksud untuk mencapai kemenangan,” kata Kia.
“Tentu saja, jalannya tidak lurus dan mengalami pasang surut, tapi para pengunjuk rasa tidak akan menyerah sampai rezim digulingkan,” katanya.
Protes menyebar ke 115 kota, dengan kecepatan di mana protes-protes itu berubah menjadi protes politik, dan slogan-slogan yang diungkapkan oleh para demonstran, menunjukkan bahwa pemberontakan itu adalah “berakar” dan “rezim ditakdirkan mati,” kata Kia.*/Abd Mustofa