Hidayatullah.com—Meskipun sudah memasuki persidangan kedua, seorang bekas pendeta Jerman berusia 53 tahun terdakwa kasus pedofilia masih terus menolak untuk berbicara.
Pria itu saat ini diadili di pengadilan distrik di kota Deggendorf, Bavaria.
Thomas Maria B, kelahiran Wuppertal, didakwa melakukan pelanggaran seksual atas lima bocah laki-laki di bawah usia 14 tahun. Total ada 110 kali serangan seksual yang dilakukannya antara tahun 1997 dan 2016. Dia juga dituduh berusaha memperkosa remaja lelaki berusia 18 tahun di Austria.
Pengacara yang mendampingi bekas pendeta Katolik itu mengatakan bahwa kliennya “merasa tidak sanggup” bersaksi di persidangan. Sebelumnya pada bulan Desember, dia juga menolak untuk berbicara.
Kejaksaan Deggendorf mengatakan bahwa terdakwa mengalami gangguan mental dan oleh karena itu tidak bisa sepenuhnya dimintai pertanggungjawaban. Meskipun demikian, mereka melihat ada kemungkinan dia akan mengulangi kembali perbuatan bejatnya di masa mendatang. Oleh karena itu, pihak jaksa meminta agar terdakwa secara permanen ditempatkan di rumah sakit jiwa. Pendeta itu pernah dipenjara pada tahun 2003 dan 2009 karena memperkosa dan melakukan serangan seksual terhadap dua anak perempuan.
Setelah menyelesaikan kuliah teologinya, Thomas Maria B ditahbiskan sebagai pendeta di Polandia pada 1994. Kejaksaan menudingnya menggunakan dokumen-dokumen palsu agar bisa masuk kependetaan. Sebuah pengadilan gereja di Keuskupan Freiburg mengeluarkan dia dari kependetaan pada 2008, yang secara resmi mencabut haknya untuk melakoni aktivitas kependetaan. Keputusan itu diperkuat oleh keputusan pengadilan gereja di Munich pada 2012.
Namun, Thomas Maria B masih terus melakukan aktivitas sebagai seorang pendeta setelah didepak gereja. Dia pergi ke mana-mana berpakaian layaknya pendeta dan memiliki kartu identitas pendeta palsu. Dia tetap menjalankan pelayanan religius di gereja, mengumpulkan sumbangan. Jaksa menduga dia secara ilegal mendulang sedikitnya 100.000 euro.
Kabarnya, Thomas Maria B mendapatkan kepercayaan dari jemaat yang terkategori loyal kepada gereja, yang membiarkannya mencabuli anak-anak mereka ketika melakukan ziarah keagamaan dan juga di rumah mereka. Tidak hanya itu, Thomas Maria B terkadang tinggal bersama keluarga jemaat gereja. Paling parah, dia menggunakan aturan gereja soal kerahasiaan pengakuan dosa sebagai senjata untuk mencegah korban bercerita kepada orangtuanya.
Meskipun Thomas Maria B diperkirakan tetap tidak mau bersuara di persidangan, tetapi para saksi dijadwalkan mulai memberikan keterangan pada hari Selasa (9/1/2018), lapor Deutsche Welle.*