Hidayatullah.com–Lebih dari 7.000 penduduk Rakhine, Myanmar diberi kartu identitas sejak pemerintah daerah memulai proses verifikasi pada 1 Oktober 2017, demikian menurut kantor berita Vietnam (VNA) mengutip media resmi.
Proses verifikasi nasional, di antara proposal yang diajukan oleh komisi penasehat yang dipimpin oleh mantan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Kofi Annan.
Kantor Berita Myanmar hari Ahad melaporkan, proses verifikasi dengan menggunakan metode biometrik merupakan langkah awal untuk melakukan penelitian kewarganegaraan, menurut Undang-Undang Kewarganegaraan 1982.
Direktur Departemen Imigrasi dan Kependudukan Rakhine, U Aung Min, mengatakan prosesnya berada di daerah yang stabil.
Sementara itu, Myanmar membentuk sembilan tim satuan tugas gabungan untuk menangani bantuan kemanusiaan, relokasi dan pembangunan, Union Enterprises for Humanitarian Assistance, Resettlement and Development (UEHRD) di Rakhine, yang diketuai oleh Penasihat Nasional Aung San Suu Kyi.
Pembentukannya memungkinkan pemerintah, organisasi lokal dan internasional untuk bekerja di semua sektor masyarakat untuk pengembangan Rakhine.
Tugas utamanya adalah mengembalikan pengungsi yang melarikan diri ke Bangladesh, memberikan bantuan kemanusiaan secara efektif; relokasi dan pemulihan; dan membawa pembangunan berkelanjutan dan perdamaian di kawasan ini.
Baca: Myanmar Alami Krisis HAM, Harus Segera Akui Muslim Rohingya
Pemerintah Myanmar mengaku siap menerapkan proses verifikasi dan pemulihan, sesuai dengan kriteria yang disepakati dalam sebuah pernyataan bersama antara Kementerian Luar Negeri Myanmar dan Bangladesh pada tahun 1992.
Lebih dari 600.000 Muslim Rohingya di Myanmar melarikan diri ke Bangladesh, karena pemerintah negara tersebut melancarkan operasi pembersihan setelah militan menyerang kantor polisi di Rakhine pada 25 Agustus.*