Hidayatullah.com—Warga Iraq menggelar pemilu parlemen untuk pertama sejak pemerintahnya menyatakan kemenangan atas kelompok ISIS pada tahun lalu.
Para pemilih yang keluar dari daerah perang untuk memberikan suara mereka dengan kontrol ketat atas personil keamanan karena ancaman tetap tinggi.
Sebanyak 7.000 kandidat berkompetisi dalam pemilihan kali ini untuk merebut 329 kursi parlemen.
Hampir 24,5 juta pemilih akan menentukan lanskap politik Iraq setelah lima bulan kekalahan kelompok Daesh/ISIS, menciptakan dua wilayah, yang didominasi oleh etsni Syiah dan Sunni.
Di sebuah pusat pemungutan suara di distrik Karrada di Baghdad, seorang pemilih, Sami Wadi, 74, meneriakkan kata-kata “selamatkan negara”.
“Saya mendesak semua warga Iraq pergi ke tempat pemungutan suara untuk menyingkirkan partai-partai yang dikendalikan pemerintah sejak 2003,” kata pensiunan itu.
“Saya membuang banyak untuk keamanan dan stabilitas ekonomi dan untuk masa depan yang lebih baik,” kata buruh Ali Fahmi, 26 dikutip AFP.
Perdana Menteri, Haider al-Abadi, yang diangkat pada tahun 2014, mencari mandat untuk istilah baru terutama untuk keberhasilan militan dan meringankan tuntutan Kurdi untuk kemerdekaan.
“Hari ini Iraq kuat dan bersatu setelah mengalahkan terorisme, dan ini adalah pencapaian besar bagi semua warga Irak,” katanya setelah memberikan suaranya, seperti dikutip dari BBC, Ahad (13/05/2018).
Namun dia ditentang keras oleh komunitas Syiah yang mendominasi politik Iraq.
Ada juga yang merasa frustrasi karena kurangnya perubahan yang dirasakan. Seorang warga Baghdad mengatakan bahwa ia menyesal memberikan suara pada pemungutan suara dalam pemilu 2014 karena semua janji ternyata bohong.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Reuters melaporkan bahwa jumlah pemilih di beberapa tempat pemungutan suara di Ibu Kota tampak rendah, meskipun pemerintah secara parsial mencabut jam malam untuk mendorong pemungutan suara.
Keamanan di sekitar pusat pemungutan suara sangat ketat. Setidaknya tiga orang tewas dalam serangan dekat tempat pemungutan suara di provinsi utara Kirkuk, menurut media setempat.
Pemungutan suara dilakukan hanya beberapa hari setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menarik diri dari kesepakatan nuklir Iran. Beberapa warga Irak khawatir negara mereka sekali lagi bisa menjadi korban peperangan antara AS dan Iran.*