Hidayatullah.com— Departemen Pendidikan akhirnya memberikan keputusan membolehkan para mahasiswa Muslim di sebuah sekolah di Propinsi Pattani dengan memberi memberi lampu hijau bagi siswa Muslim di sana untuk mengenakan jilbab dan celana panjang sesuai dengan aturan agama mereka.
Wakil Menteri Pendidikan Letnan Jenderal Surachet Chaiwong mengatakan siswa Muslim di sekolah Anuban Pattani diperbolehkan memakai jilbab dan celana panjang tetapi mereka harus memakai warna yang disepakati pihak sekolah.
“Hanya saja mereka juga harus menghormati peraturan sekolah dengan hanya memakai warna yang diizinkan oleh sekolah. Misalnya, hijab harus berwarna putih atau warna rok seragam mereka, ”kata Wakil Menteri Pendidikan Surachet Chaiwong dalam satu kesempatan .
Selama seminggu terakhir, ketegangan meningkat di Sekolah Anuban Pattani terkait baju yang dikenakan para pelajar Muslim. Sekitar 20 guru harus pergi di tengah-tengah kebuntuan dalam masalah ini.
Waedueramee Mamingji, wakil komunitas Islam di negara itu, yang juga Ketua Komisi Islam Pattani telah mengundurkan diri dari dewan sekolah setempat menyusul larangan hijab oleh taman kanak-kanak di provinsi selatan ini minggu lalu.
Hari Jumat, 50 orang tua berkumpul untuk memberikan dukungan moral kepada Paridah Almumeena, Kadaria Hemmin dan Wan-idrib Hayiteh, yang keempat putrinya mengenakan jilbab ke sekolah di tahun pelajaran baru.
Namun ketiga orang tua itu mengatakan mereka bermaksud menentang kebijakan itu dan berjanji untuk tetap mendesak anak perempuan mereka mengenakan jilbab ke sekolah pada hari Senin. Beberapa guru, yang kebanyakan beragama Buddha, juga dibakarkan telah menghina anak-anak yang mengenakan jilbab. Hampir setengah dari mereka melakukan aksi pemogokan.
Meskipun sekolah ini terletak di provinsi yang berpenduduk mayoritas Muslim (70%), murid-muridnya tidak pernah mengenakan pakaian Islami. Beberapa siswa, yang didukung oleh orang tua mereka dan Lembaga Muslim for Peace, melaporkan kasus ini pada semester baru untuk mengenakan jilbab dan celana panjang.
Pada 16 Mei 2018 lalu, Direktur Sekolah, Prajak Chusri mengatakan pihak sekolah tidak akan merasa keberatan jika siswa datang ke kelas dengan pakaian bergaya Muslim. Tetapi dua hari kemudian, pihak komite sekolah mengadakan pertemuan dan membatalkan, dengan mengatakan para siswa Muslim harus dapat berpakaian sesuai dengan aturan agama.
Namun orang tua dan aktivis hak asasi manusia (HAM), telah menolak untuk menyerah. Mereka telah bersumpah untuk mengambil kasus lebih lanjut untuk membela hak-hak para siswa.
Sebelum kasus ini meningkat lebih lanjut, Sekretaris Jenderal Kantor Komisi Pendidikan Dasar, Boonrux Yodpheth, bertemu dengan para eksekutif dari Kantor Pelayanan Pendidikan Dasar Pattani 1 dan menyimpulkan para siswa di Sekolah Anuban Pattani akan dapat berpakaian sesuai dengan keyakinan agama mereka.
Biasanya, kode pakaian dalam peraturan sekolah mengabaikan jilbab dan celana panjang. Sebuah sumber mengatakan, pengecualian itu sangat mungkin karena sekolah dibangun di sebidang tanah milik kuil dan dengan demikian harus mematuhi aturan kuil.
Para orang tua mengatakan, jika anak-anaknya tidak diizinkan mengenakan jilbab, mereka akan memperjuangkan hak mereka lebih jauh.
“Ini karena saya tahu memakai jilbab tidak melanggar peraturan atau undang-undang Kementerian Pendidikan,” kata seorang ibu ini dikutip The Nations.
Orang tua lain mengatakan Sekolah Anuban Pattani sangat bagus kecuali untuk aturan berpakaian.
“Anak pertama saya belajar di sini dan dia tidak bisa mengenakan pakaian Muslim ke sekolah,” katanya. “Sekarang, anak bungsu saya di kelas Prathom 4. Saya berharap akan ada beberapa perubahan sehingga dia bisa berpakaian berdasarkan keyakinan agamanya. Saya tidak pernah memiliki keberanian untuk berbicara sampai sekarang, atau sampai saya bertemu dengan beberapa orang tua yang bersedia untuk membela dan membela hak-hak anak-anak mereka,” ujarnya dikutip The Nations.*