Hidayatullah.com—Conseil d’État (Dewan Negara), mahkamah agungnya Prancis, memutuskan bahwa anggota kepolisian dapat menggunakan senjata peluncur peluru karet yang kontroversial untuk menghadapi pengunjuk rasa.
Dilansir RFI, keputusan hari Jumat (1/2/2019) itu berarti membolehkan polisi menggunakan peluru karet flashball ketika menghadapi berbagai aksi unjuk rasa, termasuk demonstrasi Rompi Kuning, meskipun sebelumnya telah melukai sejumlah orang.
Senjata yang dipermasalahkan itu adalah lanceurs de balles de defense (LBD). Jenis senjata itu melontarkan proyektif peluru non-metal seperti peluru plastik, peluru karet, serta flashball. Peluru bola karet konvensional akan memantul ketika menghantam obyek sasaran, sedangkan flashball akan pecah menjadi berkeping-keping dan diklaim lebih aman dibanding peluru karet biasa yang lebih keras hantamannya.
Hari Rabu (30/1/2019), Human Rights League dan CGT mengatakan bahwa senjata itu berbahaya dan telah menyebabkan sejumlah luka serius –seperti kebutaan, kecacatan permanen pada tangan dan tulang patah– sejak aksi demonstrasi Rompi Kuning mulai digelar pada November 2018.
Para pengkritik penggunaan LBD juga mempertanyakan legalitasnya dan apakah anggota kepolisian yang menggunakannya mendapatkan pelatihan yang memadai.
Patrice Spinosi, pengacara yang mewakili Human Rights League, mengatakan bahwa pihaknya sangat kecewa dengan keputusan pengadilan tersebut.
Dia juga mengatakan bahwa gugatan baru akan diajukan terkait penggunaan senjata kontroversial itu dalam jangka panjang dan bukan sekedar dalam situasi-situasi tertentu.
Pihak pengadilan mengatakan bahwa penggunaan senjata itu diperlukan untuk menertibkan situasi yang kacau akibat unjuk rasa yang diwarnai kekerasan dan pengrusakan.
Meskipun demikian, mahkamah itu menegaskan bahwa penggunaan LBD akan diatur ketat melalui UU Keamanan Dalam Negeri.
Sementara aparat keamanan di Prancis diperbolehkan menggunakan senjata LBD, sejumlah negara Eropa lain menganggapnya berbahaya.*