Hidayatullah.com—Kapal-kapal angkatan laut tidak akan lagi ambil bagian dalam Operation Sophia, patroli Uni Eropa untuk menangkal penyelundupan migran di Laut Tengah, mulai bulan depan.
Dilansir DW Rabu (27/3/2019) mengutip sebuah sumber Uni Eropa, operasi “Sophia” untuk menggagalkan penyelundupan manusia di perairan Mediterania tidak lagi akan mengerahkan kapal-kapal angkatan laut. Keputusan itu diambil guna mengatasi perselisihan dengan Italia perihal di mana orang-orang yang berhasil diselamatkan dilabuhkan. Pemerintah Italia mengancam berhenti ikut ambil bagian dalam operasi tersebut, kecuali migran yang diselamatkan dibawa ke negara lain.
Negosiasi hari Selasa (26/32019) di Brussels memutuskan bahwa operasi tersebut akan diberi perpanjangan waktu selama enam bulan tanpa menyertakan dua kapal AL yang tersisa saat ini dalam patroli tersebut. Sebagai gantinya, peran mereka akan diambil alih oleh pengawasan dari udara, menurut sejumlah kantor berita mengutip sumber-sumber Uni Eropa yang tidak disebutkan namanya.
Sementara itu, program pelatihan bagi petugas penjaga pantai Libya masih terus berlanjut.
Kecuali negara-negara anggota UE pada hari Rabu (27/3/2019) tidak menyetujui penangguhan itu, misi tersebut akan dilanjutkan mulai 1 April.
Operation Sophia diberikan waktu perpangjangan sementara untuk tiga bulan pada Desember 2018, setelah negara-negara anggota Uni Eropa tidak bersedia lagi melakoni operasi itu lebih lama.
Pemerintah Roma menentang keras kebijakan yang secara otomatis membawa semua orang yang diselamatkan dari laut ke pelabuhan-pelabuhan Italia.
Sementara itu pada saat yang sama, negara-negara anggota Uni Eropa lainnya menolak untuk menampung para migran yang tidak sedari awal masuk ke negaranya ketika pertama kali melintasi teritori Uni Eropa.
Sebagaimana diketahui, UE memiliki kesepakatan bahwa migran pencari suaka harus mengajukan suakanya di negara UE pertama di mana dia menginjakkan kakinya. Contoh, A ingin mencari suaka di Jerman, tetapi dia pertama kali masuk wilayah EU di negara Prancis. Maka dalam kasus A, Jerman boleh menolak suakanya dan justru Prancis yang harus menangani permohonan suaka A.
Sejak Operation Sophia dimulai pada tahun 2015, sudah lebih dari 45.000 orang diselamatkan dari terombang-ambing di Laut Mediterania.
Sementara tugas utama Operation Sophia adalah menangkal upaya penyelundupan manusia dan para migran yang terkatung-katung di laut lepas, misi itu juga mengawasi pelaksanaan embargo senjata atas Libya, yang diberlakukan sejak konflik berkobar di negara Afrika Utara itu setelah dibunuhnya Muammar Qadhafi pada tahun 2011.*