Hidayatullah.com—Bangkai lebih dari 1.100 lumba-lumba terdampar di pesisir Samudera Atlantik wilayah Prancis sejak bulan Januari.
Jumlah kematian massal yang sangat banyak itu mengagetkan kelompok-kelompok peduli binatang di seluruh dunia, yang mengatakan Prancis tidak cukup banyak bertindak untuk melindungi mamalia laut itu.
Tidak jelas mengapa begitu banyak lumba-lumba mati tahun ini, dan mengapa luka yang mereka alami begitu parah. Namun, menurut Willy Daubin dari National Center for Scientific Research lembaga riset di Universitas La Rochelle luka mematikan seperti itu biasanya disebabkan lumba-lumba terperangkap jaring penangkapan ikan berskala industri
“Jumlahnya tidak pernah mencapai setinggi ini … Dalam kurun hanya tiga bulan kita telah mengalahkan rekor tahun lalu –yang naik dari tahun 2017– dan bahkan dulu angka itu merupakan yang tertinggi selama 40 tahun,” kata Daubin seperti dikutip RFI (29/3/2019).
Kabarnya, adalah praktik yang biasa dilakukan para nelayan memotong bagian tubuh lumba-lumba yang terperangkap agar tidak merusak jaring lebih parah.
Menteri Ekologi Prancis Francois de Rugy telah meluncurkan kampanye nasional guna melindungi lumba-lumba, termasuk dengan melakukan riset lebih banyak terhadap acoustic deterrent devices (ADDs) atau pingers, alat akustik yang bertujuan menghalau ikan sejenis lumba-lumba dan paus dari jaring tetapi suara yang ditimbulkannya menganggu kemampuan navigasi mamalia laut tersebut. ADDs dianggap sebagai alat yang tidak berguna oleh kelompok-kelompok peduli lingkungan hidup.*